Petani Protes Dampak Proyek Kereta Cepat, Ngeluh Empat Tahun tak Bisa Bercocok Tanam
PURWAKARTA, RAKA – Hampir empat tahun terakhir ini, puluhan warga di Desa Depok, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta telah kehilangan mata pencahariannya sebagai petani.
Warga di sana mengeluhkan sawah dan irigasi di wilayah tersebut terdampak oleh urugan tanah yang berasal dari aktivitas proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Warga terdampak meminta pemerintah segera membayarkan kompensasi akibat proyek nasional ini. Bahkan, ada salah seorang warga bernama Atini (52) yang mengaku bahwa keluarganya sampai mengalami kelaparan karena mata pencarian satu-satunya yakni bertani tidak bisa dilakukan lagi karena area pesawahannya tertimbun oleh urugan tanah yang dilakukan oleh pihak pengembang proyek kereta cepat.
Selain itu, ada juga warga Kampung Nangeleng bernama Lim Halimah. Perempuan berusia 48 tahun itu mengaku selama ini, hidup dengan berhutang karena tidak memiliki penghasilan lain selain bertani.
“Lahan sawah yang tertimbun tanah galian proyek kereta cepat milik saya seluas 1.463 meter, berada di Blok Parakanleuwi,” kata Lim Halimah ditemui di Gedung DPRD Purwakarta, Selasa (1/3).
Warga lainnya Ai Fatimah (41) menimpali, sawahnya seluas 2.800 meter tidak bisa digarap karena saluran irigasi yang menuju ke sawah tertimbun urugan tanah proyek.
Karena tak kunjung ada penyelesaian terhadap permasalahan tersebut, jajaran Komisi III DPRD Purwakarta yang sebelumnya telah menerima aduan warga akhirnya mencari solusi dengan mengundang para pihak pengembang proyek KCJB dalam hal ini PT Wika dan PT KCIC serta para warga terdampak ke Gedung DPRD Purwakarta. Pengaduan persoalan ini ke berbagai pihak, sudah dilakukan warga desa tersebut untuk yang kesekiankalinya.
Usai pertemuan dengan para pihak terkait, Wakil Ketua Komisi III DPRD Purwakarta Asep Abdulloh mengatakan, ada sejumlah hal yang disepakati antara warga terdamapak dengan PT KCIC dan PT WIKA.
Menurutnya, Komisi III juga meminta pihak pengembang kereta cepat mengambil langkah dan sikap dengan meninjau langsung ke lapangan atas lahan warga yang terkena arugan dampak pembangunan KCJB cara persuasif.
“Warga terdampak juga meminta kepada pihak perusahaan tersebut untuk bisa mendapatkan kompensasi kerugian selama tiga tahun yang sudah dilalui dan juga melakukan perbaikan saluran air,” kata pria yang kerap disapa Asep Uwoh itu.
Jika ada penyelesaian atas relokasi kembali lahan warga, diharapkan tidak menggunakan alat berat atau diusahakan tidak mengganggu lahan pesawahan. “Kami sebagai wakil rakyat juga meminta agar pada setiap kegiatan dimohon untuk memberikan laporan atas pengerjaan relokasi lahan warga tersebut,” ujarnya.
Dalam keterangannya, Goverment Relation dan Hubungan Kelembagaan PT KCIC Postman Sitompul mengatakan, ganti rugi yang diminta warga masih akan dipertimbangkan. “Dan tadi sudah dikatakan oleh pihak kontraktor, bawahasanya mereka menyanggupi untuk memperbaiki saluran air,” ujarnya.
Sementara, untuk kompensasi masyarakat yang tiga tahun tidak bisa bertani karena lahannya terdampak, hal itu akan dibicarakan dengan pihak kontraktor. “Karena orang yang hadir di lapangan saat ini hanya orang proyeknya saja. Jadi tidak bisa memutuskan, apalagi yang sifatnya menyangkut keuangan,” ujar Postman. (gan)