HEADLINE

Pilih Sawah Dibanding Pabrik
-Jadi Petani di Usia Muda

KARAWANG, RAKA – Menjadi buruh pabrik menjadi pilihan populer anak-anak muda di Karawang. Namun, ada juga yang jatuh hati pada dunia pertanian hingga peternakan. Mereka itu dikenal dengan sebutan petani milenial.
Pekerjaan seorang buruh tani yang biasanya tak jauh dengan tanah dan lumpur, sehingga berisiko untuk kotor-kotoran pun kini imejnya berubah. Seiring perkembangan zaman, banyak cara untuk bertani tanpa harus kotor-kotoran, khususnya untuk kalangan muda yang hobi bercocok tanam.
Sebagaimana yang dilakukan Haris (27) warga Dusun Rawagede II, Desa Balongsari, Kecamatan Rawmwerta. Sejak beberapa bulan lalu, dirinya tak lagi bekerja di sebuah perusahaan atau pabrik, akibat putus kontrak. Dengan demikian, Haris banting setir menjadi seorang petani dengan menggunakan sistem hidroponik, walaupun usianya masih terbilang muda. Kata Haris, saat ini masih terhitung langka bagi anak muda yang berkeinginan untuk menjadi seorang petani. “Coba saja cek setiap desa ada berapa orang yang ingin jadi petani,” jelasnya kepada Radar Karawang.
Hidroponik merupakan cara menanam tanaman yang sedang naik daun, sebab cara tersebut tak memerlukan tanah yang luas dan juga tak harus kotor-kotoran. Menurut Haris, saat ini komunitas tani masa kini alias petani yang tak perlu kotor-kotoran sangat diminati banyak orang. Hal tersebut dilihat saat dirinya mengikuti salah satu seminar soal hidroponik beberapa bulan lalu, dengan diikuti peserta yang cukup banyak. Jika dibandingkan penghasilan panen antara petani yang biasa (bercocok tanam langsung ditanah) dan petani dengan sistem hidroponik, kata Haris, lebih untung orang yang bercocok tanam dengan menggunakan sistem hidroponik. “Kadang kalau petani biasa itu jualnya melalui tengkulak, kalau hidroponik kan langsung ke pembeli, dan harganya pun beda,” katanya.
Petani muda di Kampung Ciheulang, Desa Margaluyu, Kecamatan Kiarapedes, Kabupaten Purwakarta, menunjukkan keseriusannya menekuni usaha pertanian dengan menanam cabai merah. Ketua Petani Muda Mandiri Desa Margaluyu Ananda Dwi Septian mengatakan, bertani merupakan satu-satunya cara bagi manusia agar selalu hidup berdampingan dengan alam. Diakuinya, bertani sebenarnya sudah mengakar dalam budaya Indonesia. “Karena pertanian adalah sumber kehidupan utama yang tidak boleh dipadamkan oleh berbagai keadaan,” ujarnya.
Pemuda yang akrab disapa Boti itu juga berharap, anak muda tidak gengsi untuk menekuni usaha pertanian. Karena selain bisa menghasilkan pendapatan yang menjanjikan, juga bisa menjaga ketersediaan pangan. “Mari bertani, karena petani itu keren,” imbuhnya.
Sedangkan Husen Tri Putra (24), warga Kampung Mulyasari, Desa Ciwareng, Kecamatan Babakancikao, meraup untung jutaan rupiah per bulan dari kegemarannya memelihara Iguana. Pengalamannya beternak hewan melata itu berawal dari hobi di tahun 2014. Awalnya, Yudi membeli seekor anak iguana lewat Media Sosial Facebook yang dari Surabaya seharga Rp400 ribu. Selang beberapa bulan, iguana yang dipelihara tumbuh besar dan dijual seharga Rp600 ribu kepada teman sesama pecinta reptil. “Awalnya dari hobi. Saya dapat Iguana dari beli ke peternak iguana dari Surabaya pelihara sampai besar, kemudian ada yang minat, saya jual Rp600 ribu rupiah. Akhirnya saya kepikiran untuk ternak iguana,” ungkapnya.
Muhammad Rezal Fauzi, peternak milenial di Desa Pasirjengkol, Kecamatan Majalaya, sukses menghasilkan omzet ratusan juta rupiah.
Rezal gigih mengembangkan peternakanya sejak lulus SMA tahun 2013, bekerja di salah satu SPBU yang gajinya dia gelontorkan untuk memulai beternak kambing. “Jadi setelah lulus SMA saya kerja di salah satu pom bensin, terus uang gaji pertama saya mulai untuk usaha ternak kambing,” katanya.
Ia menuturkan, dengan kerja kerasnya peternakan kambing tersebut berkembang secara pesat, menghasilkan omzet ratusan juta rupiah. “Alhamdulillah dengan usaha kerja keras ini, saat ini omzet kita mencapai dua ratus juta rupiah per tahun, dari hasil ternak kambing dan sapi,” tuturnya. (mra/gan)

Related Articles

Back to top button