Uncategorized

Pilkades Kental Politik Uang

Bakal Calon Kades Tamansari
Joni Karter

PANGKALAN, RAKA – Arena pemilihan kepala desa (pilkades) sangat kental dengan politik uang. Sudah menjadi rahasia umum. Dan dianggap biasa oleh masyarakat, termasuk para panitia pilkades. Hal itu membuat sejumlah bakal calon kades resah, apalagi yang tidak terlalu memiliki modal kuat.

Joni Karter (39) misalnya. Bakal calon kepala desa yang akan bertarung di Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Tamansari, Kecamatan Pangkalan, itu mengaku resah dengan politik uang yang diprediksi mewarnai pesta demokrasi di desanya. Namun, dia optimis warga Tamansari sudah dewasa dalam demokrasi. “Saya yakin masyarakat tidak akan tergoda dengan politik uang,” ungkapnya kepada Radar Karawang.

Ia mengingatkan keinginan adanya perubahan yang dari hati, hanya akan terwujud jika memilih pemimpin yang juga sesuai dengan hati nurani, bukan berdasarkan materil. “Kepada simpatisan saya selalu mengingatkan untuk tetap menjaga kondusifitas, dan jangan samapi memperkeruh suasana dengan menjelekkan calon lain,” ujarnya.

Rochmad Basuki, praktisi pengawasan pemilu mengatakan, dalam Undang Undang Desa tidak ada aturan jelas mengenai mekanisme penanganan tindak pidana politik uang. Sangat berbeda dengan UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum dan UU tentang Pemilihan Kepala Daerah yang secara detail mengatur penanganan tindak pidana politik uang. “Seharusnya UU Desa menyediakan dasar mengatasi dan menuntaskan masalah tersebut. Nyatanya hal itu tidak terjadi, dan politik uang terus menjamur bagai hantu yang tidak bisa disentuh namun selalu menampakkan bentuk,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, modus atau pola politik uang dalam pilkades meliputi empat pola. Pertama, membeli ratusan kartu suara yang disinyalir sebagai pendukung calon kepala desa lawan, dengan harga yang sangat mahal oleh panitia penyelenggara. Kedua, menggunakan tim sukses yang dikirim langsung kepada masyarakat untuk membagikan uang. Ketiga, serangan fajar. Keempat, penggelontoran uang besar-besaran secara sporadis oleh pihak di luar kubu calon kepala desa, yaitu bandar atau pemain judi. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi politik uang di antaranya faktor kemiskinan. Money politic menjadi ajang masyarakat mendapatkan uang. “Mereka yang menerima uang terkadang tidak memikirkan konsekuensi, yakni termasuk tindakan menerima suap dan jual beli suara yang melanggar hukum,” katanya.

Saepudin Permana, anggota Komisi A DPRD Karawang mengaku bingung, karena dalam pilkades tidak diatur secara detil terkait pelanggaran dan sanksinya. “Dari dulu kalau pilkades seperti itu (politik uang), karena memang gak ada aturannya,” ujarnya. (cr5/psn)

Related Articles

Back to top button