
DIPAKAI BADMINTON: Jalan Kertabumi yang tadinya untuk relokasi PKL malah dipakai main badminton.
KARAWANG, RAKA – Pedagang kaki lima (PKL) di belakang Pasar Baru Karawang menolak direlokasi ke Jalan Kertabumi selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Relokasi dinilai mendadak tanpa dikomunikasikan dengan pedagang dari awal.
Salah satu PKL yang enggan disebutkan namanya, B (34) mengatakan, relokasi ini terlalu mendadak. Mestinya Pemkab Karawang terlebih dahulu mensosialisasikan minimal satu minggu sebelumnya. Disamping itu fasilitas dirasa tidak memadai, tidak ada meja dan aliran listrik untuk menunjang usaha mereka. Sebagai pedagang kecil, menurutnya yang ditutup saat PSBB itu akses jalan diperbatasan, bukan akses jalan menuju pasar. Ditutupnya Jalan Kertabumi dan akses jalan di belakang pasar menyulitkan para calon pembeli. Lebih dari itu jika relokasi tetap berjalan, para pemilik kios akan kehilangan pelanggan karena akses jalan ditutup. “Malah menimbulkan keributan, ini masalahnya urusan perut, dagangan gak kejual, akses ditutup kan sama saja kaya mengurung kucing, jangan asal tutup saja,” keluhnya, Kamis (7/5).
Sementara itu seorang pemilik kios di belakang pasar baru Karawang Anto (40) menilai, selain karena fasilitas yang tidak memadai para PKL enggan relokasi juga karena takut kehilangan pelanggan. Para pelanggan sebelumnya sudah tahu tempat mereka berjualan, namun belum tentu demikian di tempat relokasi. Relokasi juga dikhawatirkan menimbul keributan antar pedagang disebabkan beberapa lapak yang terlalu jauh dan tidak strategis.
Lebih dari itu menurutnya para PKL khawatir lapak relokasi dikomersilkan oleh pihak tertentu yang tentunya memberatkan. Padahal dengan situasi seperti ini mereka tengah kesulitan, penjualan cenderung berkurang selama pandemi corona. “Mestinya mendata PKL semuanya, dikasih fasilitas, mereka juga bisa memaklumi kalau benar-benar difasilitasi, kalau dipetak-petak doang gak bakal cukup, sampai taman bencong juga gak bakal muat,” ujarnya.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Baru Karawang (IPPK) Asep Kurniawan mengaku kaget dengan dijadikannya Pasar Baru Karawang sebagai pilot project PSBB. Menurutnya hal ini mesti terlebih dahulu disosialisasikan. Pada kenyataannya kebijakan ini dinilai mendadak sehingga banyak pedagang yang tidak paham konsepnya seperti apa. “Tiba-tiba, seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu,” ucapnya.
Menurutnya kebijakan relokasi pedagang Pasar Baru Karawang juga belum ada kajian. Seharusnya Pemkab Karawang terlebih dahulu mengkaji dan menganalisa apa manfaat dari kebijakan tersebut. Dampak terhadap para pedagang juga mesti betul-betul diperhatikan. “Dari segi keuntungannya apa, fasilitas apa yang didaptkan oleh pedagang,” tambahnya.
Masih dikatakan Asep, seharusnya Pemkab Karawang terlebih dahulu menentukan pola apa saja yang diterapkan selama PSBB. Jika Pasar Baru Karawang dijadikan pilot project mesti ada komunikasi sejak awal dengan pedagang pasar. “Kita akan mempersiapkan, siapa sih yang tidak ingin membantu pemerintah daerah, kita akan membantu, saya setuju dengan PSBB, tapi kalau polanya seperti ini akan merugikan para pedagang,” paparnya.
Lebih lanjut ia mempertanyakan penutupan akses jalan menuju menuju pasar baru. Banyak pedagang yang mengeluhkan pelanggannya kebingungan untuk berbelanja. Sebelum PSBB omset pedagang turun 80%, dua hari diterapkannya PSBB 95% pelanggan Pasar Baru Karawang hilang. Ia menyinggung pernyataan bupati yang mengatakan PSBB tidak menyeramkan, namun nyatanya PSBB ini menjadi hal yang ditakuti para pedagang. “Tolong dikaji kembali, ini tidal berhasil, dan saya rasa pemda tidak siap untuk melaksanakan PSBB,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Disperindag Karawang Ahmda Suroto mengatakan PSBB ini telah tertuang dalam Pergub Nomor 28 tahun 2020 dimana pasar buka pukul 03.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. “Sudah suruh fotokopi semuanya, tanggal 5 itu kita sudah kumpul dengan ketuanya mensosialisasikan pasar buka pukul 3 hingga pukul 5 sore, dan itu berlaku di seluruh pasar tradisional di Karawang,” terangnya.
Ia melihat kerumunan antara pembeli dan pedagang di pasar baru cukup besar, sebab itulah diupayakan relokasi untuk menerapkan physical distancing. Relokasi ini bahkan memberi kesempatan bagi para PKL untuk berjualan 24 jam, sementara kios di pasar tetap menerapkan jam operasional yang berlaku. “Pedagang merasa terganggu, padahal pemerintah daerah memberi kesempatan mereka untuk berjualan dengan menerapkan physical diatancing,” tambahnya.
Lebih lanjut ia mengatakan biaya retribusi dan keamanan selama relokasi dibebaskan. Namun tanggapan pedagang keberatan karena telah memiliki lapak dan pelanggan masing-masing. Menurutnya hal itu jangan terlalu dikhawatirkan sebab malah mereka diberi waktu berdagang yang lebih leluasa. Dikatakan Suroto, pada Rabu (6/5) lalu perwakilan pedagang telah setuju. Bahkan di Jalan Kertabumi telah diberi marka lapak dengan mencantumkan nama masing-masing pedagang. “Itu saja yang selalu mereka keluhkan, belum sosialiasi, padahal sudah dikemukakan, perbub itu sudah di-share dimana-mana,” ujarnya.
Dalam posisi seperti ini ia menyatakan pihaknya akan bertindak tegas. PSBB ini merupakan keputusan gubernur yang tidak bisa dikecualikan untuk Karawang. Sebab itu mesti ada kesadaran dan kebersamaan semua termaauk masyarakat dan pelaku usaha. Pada intinya Pemkab Karawang ingin penyebaran corona terhenti, terlebih telah ada korban dari kalangan pedagang. “Itu yang kita coba sampaikan kepada para pedagang, jangan karena satu orang korban terua nanti berkembang ke pedagang atau pengunjung lainnya,” pungkasnya. (din)