Pohon Mangrove Diolah Jadi Dodol dan Minuman
KARAWANG, RAKA – Masyarakat yang berada di Pantai Pasir Putih, Dusun Pasir Putih, Desa Sukajaya 1, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang mengolah pohon mangrove menjadi makanan dan minuman sehingga berhasil menarik minat pengunjung.
Ramen (52), pemilik produk jus mangrove mengatakan, pembuatan jus ini membutuhkan waktu selama 3 jam. Proses awal dimulai dari buah mangrove yang dihaluskan, kemudian diambil air buah mangrove. Setelah itu air tersebut di masak hingga 1 jam untuk tahap pertama. Setelah 1 jam, Ramen akan mengambil endapan dari hasil yang telah dimasak untuk disaring kembali. Proses ini dilakukan sebanyak 2 kali. “Asalnya waktu Idul Fitri saya mencoba membuat jus mangrove untuk dikonsumsi sendiri, kemudian ada Bu Raras dari Pertamina yang melihat dan mencoba. Saat mencoba, saya diminta untuk terus membuat jus ini. Prosesnya 3 jam, awalnya buah mangrove di haluskan terlebih dahulu. Lalu diambil airnya kemudian di saring dan diletakkan di panci. Setelah matang, api nya dimatikan terlebih dahulu untuk diambil sarinya. Setelah itu di saring lagi dan dimasak lagi, masaknya tiga kali. Satu kali masak butuh waktu 1 jam, setelah sudah 2 kali disaring dikasih gula batu yang warnanya kuning jangan pakai gula merah,” ujarnya, Minggu (25/8).
Ia menceritakan, ide untuk membuat minuman tersebut berasal dari Pertamina. Ramen mendapatkan bantuan uang ketika suami meninggal dunia, selanjutnya uang tersebut digunakan untuk membayar hutang. Tidak hanya diberikan bantuan uang, Ramen pun diminta untuk menghasilkan produk. Permintaan tersebut tidak langsung dilakukan, namun ia berpikir dan berdiskusi terlebih dahulu dengan salah satu teman. Hasil dari diskusi itu mencapai kesepakan untuk menghasilkan wajik dan jus dari olahan buah mangrove. “Suami saya sudah meninggal dan diberikan bantuan dari Pertamina, saya pakai uang itu untuk membayar hutang. Saya juga diminta untuk membuat perusahaan Wajik Kopi Dada Mangrove dengan minuman Sari Mangrove. Saya berpikir terus menerus, dan bilang ke teman untuk membuat wajik. Akhirnya membuat kesepakatan saya yang membuat minuman dan teman membuat wajik,” jelasnya.
Selama proses pembuatan, Ramen menemukan kesulitan dalam mendapatkan gula batu. Ia mencari gula batu sampai ke daerah perkotaan. Selain itu, ketika pohon mangrove tidak menghasilkan buah secara rutin. Ramen menerangkan 2 kilogram buah mangrove dapat menghasilkan 30 botol minimum. Harga untuk satu botol dijual sebesar 4000 untuk di tempat wisata, sedangkan penjualan di rumah sebesar 5000 untuk satu botol. “Sekarang sulit mencari gula batu dan buah mangrove kalau saat tidak berbuah. Jadi 30 botol itu pakai 2 kilogram buah mangrove. Pemasarannya kita dibantu oleh Pertamina, saya ambil keuntungan dari hasil penjualannya saja. Satu botol saya jual 5.000 di rumah, kalau di tempat wisata ini dijual 4000. Kalau stock di rumah hanya 5 sampai 10 botol. Saya pakai buah mangrove yang sudah matang,” terangnya.
Selain Ramen, ada juga Laela (70) yang mengolah buah mangrove menjadi dodol. Untuk menghasilkan 2 kilogram dodol mangrove diperlukan bahan mulai dari satu kilogram buah mangrove, satu kilogram kentang, dua kilogram gula dan dua bungkus agar-agar. Penambahan kentang bertujuan untuk memadatkan hasil olahan. Proses produksi dodol memerlukan waktu selama 1 jam. Kendala yang dirasakan terdapat di ketersediaan bahan baku, hingga sekarang hanya mengandalkan satu pohon mangrove yang berada di belakang rumah. “Tadinya membuat dodol buah mangga karena iseng akhirnya mencoba untuk membuat dodol dari buah mangrove. Satu kilogram buah mangrove ditambah dengan satu kilogram kentang, dua kilogram gula, dua bungkus agar-agar. Saya tambahkan kentang supaya padat. Seluruh proses pembuatannya selama satu jam. Kalau ditimbang 2 kilogram dengan satu bungkus beratnya 50 gram. Alhamdulillah untuk legalitasnya sudah lengkap. Kendalanya di bahan bakunya, pohonnya cuma ada satu di belakang rumah saja,” ungkapnya.
Sementara itu, Iin Inani, Ketua UMKM Gabungan Kelompok Perikanan (Gapokkan) Pantai Barokah memaparkan sebelum melakukan kunjungan secara langsung, telah ada produk amplang yang dibeli oleh orang Korea. Ia menambahkan ketertarikan tersebut berasal dari pohon mangrove yang dapat diolah menjadi produk makanan serta minuman. Selain itu olahan dari buah mangrove pun mempunyai beberapa khasiat bagi kesehatan setelah dilakukan penelitian. “Orang Korea sebenarnya ingin meninjau hutan mangrove dan sudah membeli amplang juga dan merasa aneh pohon mangrove bisa dibuat produk makanan serta minuman. Orang disini tidak tahu kalau logam berbahaya yang ada di seafood bisa dihilangkan dengan sari mangrove. Kalau dalam bentuk dodol bisa menghilangkan kanker juga. Rasanya asam dan manis,” paparnya.
Laras Aprilianti, Community Development Officer Zona 5 mengatakan awal mula pendampingan dilakukan pada tahun 2018 dengan mengembangkan beberapa produk. Kemudian terhenti akibat Covid 19. Setelah Covid hilang, dilanjutkan kembali pada tahun 2022 dengan membina 15 UMKM. Pendampingan dan pembinaan diberikan setelah melakukan pemetaan dan ditemukan adanya istri nelayan yang tidak mempunyai kegiatan produktif. “Kita pertama kali masuk di UMKM dari tahun 2018 dan mengembangkan pempek, keripik Kuwuk dan kerupuk rajungan tapi saat itu kita kehalang oleh Covid. Kita lanjutkan lagi di tahun 2022 untuk pengembangan pendampingan UMKM dan memperoleh 15 pelaku UMKM. Awalnya kita pemetaan sosial dan ditemukan ibu-ibu ini istri nelayan yang tidak ada kegiatan produktif yang meningkatkan ekonomi, akhirnya kami masuk untuk melakukan pembinaan. Sekarang Alhamdulillah sudah ada 23 pelaku UMKM yang tergabung dalam Gapoktan Pantai Barokah. Satu pelaku UMKM mempunyai produk yang berbeda,” jelasnya.
Pembinaan ini telah dinilai berhasil dengan adanya perluasan jejaring yang dilakukan secara mandiri oleh pelaku UMKM. Kemudian untuk pemasaran produk pun telah menggunakan e-commerce dan dinas. Masing-masing produk dijual dengan harga mulai dari 5.000 sampai dengan 20.000. “Kalau disini kita buatkan sentra kedai UMKM, jadi semua produk dipusatkan penjualannya. Kalau di luar ada juga melalui e-commerce dan dinas. Satu orang satu produk, keluar Karawang Alhamdulillah jejaringnya sudah ada yang TKW dan TKI. Kita terbuka untuk perkembangan UMKM di desa ini, kalau memang ada yang baru lagi kita identifikasi kelayakan usahanya terlebih dahulu. Range harga disini mulai dari 5000 sampai 20.000,” tutupnya. (nad)