Politik Dokter Gigi ala Budianto

CILAMAYA WETAN, RAKA- Meski mendapat suara terbanyak dalam pemilihan DPRD kemarin, Budianto politisi Partai Demokrat mengaku tak semangat untuk menjadi ketua DPRD. Pasalnya, hal itu merupakan kewenangan partai. “Mekanismenya partai yang menentukan. Terlebih, pimpinan DPRD itu harus kepengurusan di DPC, dan kemarin saya PAC di Tempuran,” ucapnya.
Ia mengaku, meski dalam indikator dia yang paling dominan sebagai ketua DPRD. Namun ia tak pernah meminta-minta untuk itu. “Sampai sekarang saya gak pernah meminta-minta, harus inilah itulah, biarin aja. Toh partai yang menentukan,” ucapnya.
Dia mengibaratkan seorang dokter gigi yang memiliki pasien empat orang. Masing-masing pasien yang dicabut giginya dibanderol membayar Rp50 ribu. Namun, saat mencabut gigi pasien pertama, pasien itu teriak kesakitan. Setelah selesai, pasien pertama ini menanyakan lagi harga yang harus dibayar setelah dicabut gigi. Dan ketika menanyakan harga, dokter dengan tegas menyebutkan Rp200 ribu meski biasanya Rp 50 ribu. Alasannya, tiga pasien lain kabur karena pasien pertama ini menjerit kesakitan. “Karena kamu teriak kesakitan dan membuat pasien lain kabur, kamu harus bayar Rp200 ribu. Artinya selalu ada biaya dengan apa yang kita perbuat. Dan berlaku bagi siapapun, mau presiden, gubernur, bupati termasuk masyarakat,” pungkasnya. (rok)