Pro Kontra Pilkada tak Langsung
BERTANYA : Peserta seminar saat melontarkan pertanyaan kepada narasumber.
Karawang Dinilai Tidak Bakal Terpengaruh
TELUKJAMBE TIMUR, RAKA – Wacana Pilkada Asimetris yang dilontarkan oleh Kemendagri nampaknya tidak akan berpengaruh terhadap pilkada Kabupaten Karawang. Pasalnya indeks pembangunan manusia (IPM) di Karawang yang cukup tinggi.
Hal tersebut disampaikan oleh pemerhati politik Drs. Mudiyati Rahmatunnisa M.A., PhD. setelah menjadi pembicara dalam seminar Penegakan Hukum Pemilu yang Berkeadilan yang diselenggarakan oleh Bawaslu Jawa Barat di Aula Fakultas Hukum Unsika, Rabu (12/12). “Jadi ketika kemudian IPM maju kan pendidikan maju dan lain-lain, itu kemungkinan masih direct, masih (pilkada) langsung,” terangnya, kepada Radar Karawang.
Sebelumnya, dalam seminar, dosen ilmu politik Universitas Padjadjaran ini memaparkan perbandingan antara pilkada langsung dan pilkada asimetris yang diwacanakan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan didukung beberapa fraksi di DPR RI.
Pilkada asimketris ini sendiri merupakan sistem pilkada yang berbeda di setiap daerah berdasarkan indeks kedewasaan demokrasi (IDK). “Dengan IDK ini nantinya suatu daerah ditetapkan apakah melakukan pilkada langsung atau tidak langsung melalui DPRD,” bebernya.
Mengenai wacana pilkada asimetris ini ia menilai hanya sebagai sikap antitesa para dewan legislatif di senayan terhadap pilkada langsung yang masih banyak kelemahan dalam sistemnya.
Meski demikian, menurutnya bukan berarti mesti merubah sistem pilkada saat ini, melainkan memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.
Ia sendiri menilai Pilkada tidak langsung menciptakan ruang gelap dimana akuntabilitas serta transparasi pilkada menjadi salah satu hal yang samar. Legitimasi masyarakat terhadap kepala daerah hasil pilkada tidak langsung juga akan berkurang sehingga mempengaruhi jalannya pemerintahan. “Yang keberatan juga pasti banyak, kan suara-suara pemerhati tentang demokrasi dan lain-lain melihat kalau ditarik lagi (ke pilkada tidak langsung) ini sebuah kemunduran di era kita menuju konsolidasi demokrasi,” ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Jawa Barat Zaki Hilmi menyayangkan, bahkan tidak menyetujui wacana pilkada asimetris ini. Menurutnya hal ini cenderung akan menghilangkan kedaulatan rakyat yang sesunguhnya. Penentuan daerah sistem pilkada apa yang diterapkan di suatu daerah nantinya juga akan cenderuung berdasarkan penilaian yang bersifat kepentingan politis bukan pada IDK yang sesungguhnya.
Mengenai IDK tersebut sebetuknya belum ada konsep seperti apa yang nantinya diterapkan. “Ya sejauh ini belum ada sistem yang pasti tentang penilaian indeks kedewasaan demokrasi,” ungkapnya kepada Radar Karawang selepas seminar.
Adapun dalam seminar, ia sempat mengatkan, nampaknya pilkada asimetris ini akan terwujud mengingat banyaknya fraksi yang mendukung di DPPR RI. Jika hal ini benar-benar terwujud, baginya menjadi suatu yang mengkhawatirkan karena menghilangkan kedaulatan rakyat.
Perihal kemungkinan adanya keterlibatan Bawaslu dalam penilaian IDK, Zaki mengatakan, IDK tersebut merupakan instrumen yang belum matang dan belum ada formatnya. “Renacana pilkada asimetris baru wacana yang dilontarkan Kemendagri, intinya begitu,” ucapnya.
Dalam seminar sore kemarin, ia juga menyampaikan tentang upaya Bawaslu membuat indeks kerawanan pemilu (IKP) dalam pilkada 2020 yang saat ini sedang dalam proses pengumpulan data dari berbagai pihak, diantaranya kepolisian, kejaksaan, dan media massa.
Dari data-data tersebut dapat dilihat hal apa saja yang menjadi kerawanan dalam pilkada 2020 baik itu dalam sisi partisipasi, politik intimidasi dan kerawanan lainnya. “Hasil dari IKP yang dirumuskan di bulan Februari itu nanti menjadi peringatan dini buat kita mengantisipasi agar itu tidak terjadi, persis seperti IKP 2019 yang kita gunakan maksimal bahkan menjadi rujukan banyak pihak,” pungkasnya. (cr5)