HEADLINEKarawang

Puluhan Kali Kena Setrum

Bekerja Tanpa Jaminan Asuransi

KARAWANG, RAKA – Menjadi buruh borongan pemasangan KWH listrik, tentu sangat beresiko, bahkan nyawa bisa jadi taruhan. Meski demikian, demi mencari sesuap nasi untuk memberikan nafkah kepada keluarga, profesi itu tetap dijalani oleh dua orang kepala keluarga asli Karawang.

Hasan Marcha (48), warga Desa Sumurgede, Kecamatan Cilamaya Kulon menyampaikan, setiap orang pasti ingin hidup serba kecukupan, namun, apa daya jika hanya bekerja sebagai buruh borongan pemasangan KWH listrik, upah pendapatan tidak menentu, tergantung dari jumlah hasil pemasangan yang dikerjakan. “Upanhnya bukan bulanan, kalau buruh borongan pemasangan KWH, tergantung dari pekerjaan yang dilakukan,” ujarnya, kepada Radar Karawang, Selasa (30/4).

Ia menjelaskan, buruh itu sudah digeluti selama delapan belas tahun. Sistem pekerjaannya tim, dalam satu tim bisa dua sampai tiga orang untuk memasang KWH listrik. “Tugasnya pindah-pindah juga, tergantung pekerjaan yang akan kita kerjakan. Untuk sekarang kami ada pekerjaan di Perumahan Villa Kencana Karawang. Memasang 21 unit KWH, harganya satuan per KWH hanya dibayar Rp 20.500,” jelasnya.

Lelaki yang mempunyai tiga anak itu mengaku, PT Gadino yang bermitra dengan PLN Cikampek ini, hanya memberikan fasilitas keselamatan kerja. Sedangkan untuk asuransi, kartu kesehatan dan ketenaga kerjaan belum didapatkan. “Kita sudah mengajukan untuk kartu kesehatan dan ketenaga kerjaan ke perusahaan,” akunya.

Menurutnya, hal itu sangatlah penting untuk didapatkan bagi para tenaga kerjanya. Karena tugasnya sangat beresiko, bahkan nyawa jadi taruhannya. “Ampun paralun kalau terjadi hal yang diinginkan, tapi janganlah antisipasi sangat dibutuhkan,” ungkapnya.

Hasan mengaku, sudah puluhan kali terkena setrum saat kerja Namun, hal itu tidak terjadi masalah yang begitu serius, karena pihaknya sudah berpengalaman. “Sebenarnya pekerjaan yang dilakukan tidak sebanding, soalnya resikonya sangat besar sekali, nyawa taruhannya. Upah perharinya bisa mendapatkan Rp 100 ribu sampai 150 ribu rupiah, itu juga kalau ada setiap hari pekerjaan. Kalau secara logika mah gak cukup, biaya perhari bisa lebih dari pada penghasilan. Untuk makan dan bekal dan bayaran anak sekolah, tapi apa boleh buat, karena gak ada pekerjaan lain, saya nikmati aja profesi ini dan mensyukuri upah yang didapatkan,” tuturnya.

Sementara itu, buruh pemasang KWH lainnya, Enjang (34), warga Desa Cirejag, Kecamatan Jatisari mangaku, setiap orang pasti mempunyai rasa takut, hal itu serupa dengan dirinya. Pada saat dirinya mau memanjat tiang listrik untuk pemasangan kabel rasa takut pun dirasakan. “Takut mah pasti ada, tapi mau gimana lagi ini kan pekerjaan. Asalkan waspada dan hati-hati jangan ceroboh. Karena bisa fatal, nyawa bisa jadi taruhannya,” ungkapnya.

Ia mengaku, upah penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan, sebenarnya tidak sebanding, karena harga pemasangan satu unit per KWH hanya Rp 20.500. “Walaupun gajinya kecil, tapi demi sesuap nasi untuk menapkahi anak dan istrinya. Kita nikmati aja pekerjaan ini,” ucapnya. Sayangnya, wartawan koran ini tidak menemui atasan dua pria tersebut di lokasi.(acu)

Related Articles

Back to top button