PURWAKARTA

Diserang Corona, Pedagang Banros Ngeluh

KEMBANG KEMPIS: Pedagang makanan tradisional ikut kena imbas corona.

PURWAKARTA, RAKA – Pandemi Covid-19 yang mewabah beberapa bulan terakhir, dirasakan cukup menghambat roda perekonomian masyarakat. Termasuk salah satu pedagang bandros keliling bernama Udin (35), warga Desa Bojong Timur, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta.

Udin mengakui, sejak mulai terjadi pandemik Covid-19 atau sejak 7 bulan terakhir, penghasilannya sebagai pedagang bandros keliling menurun drastis. Bahkan diakuinya, tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

Terlebih, pada masa pandemi saat ini, sekolah-sekolah dan tempat keramaian lainnya yang selama ini menjadi tempat berjualannya terpaksa diliburkan untuk sementara waktu.
“Serba sulit sekarang mah pa, jualan bandros juga sepi pembeli. Apalagi sekarang sekolah-sekolah libur. Padahal di sekolah lah tempat jualan tetap saya,” ujar Udin saat berjualan di pinggir jalan sekitar kantor Desa Bojongtimur, Kamis (24/9).

Sebelum pandemi, dalam satu hari ia mampu menghabiskan adonan bandros sekitar 10 kg dengan penghasilan berkisar Rp100 ribu. Meski dirasa pas-pasan penghasilan tersebut masih dapat mencukupi kebutuhan hidup termasuk mencukupi keperluan ketiga anaknya.
“Kalau sekarang untuk menghabiskan adonan 5 kg saja terkadang sulit. Kalau dirata-rata kan 3 sampai 4 kg lah sehari. Berarti sekarang penghasilan saya paling 30-40 ribu rupiah saja. Sementara anak saya saya 3, cukup gak cukup ya harus cukup,” keluhnya.

Sementara, selain untuk mencukupi kebutuhan harian seperti biaya makan dan lainnya, lanjut Udin, dirinya pun mengaku terbebani dengan biaya membeli kuota anak-anaknya yang saat ini diharuskan belajar secara daring. “Anak pertama saya kelas 3 SMP dan anak kedua kelas 3 SD kalau anak ketiga baru usia 3 tahun. Untuk belajar anak-anak paling saya hanya mampu beli kuota yang 10 ribu saja,” ujarnya.

Diakuinya, profesi berjualan bandros sudah digelutinya sejak 15 tahun silam. Selama itu pula dirinya hanya bergantung pada penghasilan yang diakuinya pas-pasan.

Terlebih biaya opersional berjualan bandros dirasa semakin tinggi, bahkan tak jarang dirinya tidak berjualan karena disebabkan kesulitan mencari gas melon yang biasa digunakan untuk memasak adonan.
“Saya tidak punya keahlian atau penghasilan lain, sudah 15 tahun ini cuma berjualan bandros. Makanya kalau jualan sepi atau tidak berjualan, saya tidak bisa cari uang dari pekerjaan lainnya. Apalagi terkadang harga tepung terigu naik dan kesulitan mencari gas 3 kg. Kalau sudah begitu, ya sudah saya tidak bisa jualan,” jelasnya.

Udin berharap, situasi pandemi covid 19 saat ini segera berlalu dan kehidupan hingga situasi penjulan bandrosnya pun kembali normal. “Iya lah, semoga saja kembali normal supaya jualan dan penghasilan saya juga turut kembali normal,” pungkasnya. (gan)

Related Articles

Back to top button