Hoaks Bisa Bikin Warga Golput
PURWAKARTA, RAKA – Menjelang pemilu, produksi hoaks semakin menjadi-jadi. Untuk memberikan pemahaman bahwa berta yang tersebar adalah hoaks atau tidak Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasundan Bandung dan Yayasan Pendidikan Tinggi (YPT) Pasundan menggelar seminar pengabdian kepada masyarakat dengan tema Bahaya Hoaks Menjelang Pilpres 2019. “Indonesia merupakan pasar gadget terbesar di dunia. Artinya, Indonesia pula menjadi salah satu negara dengan pengguna gadget terbanyak di dunia. Dampak negatifnya mudah sekali tersebar berita hoaks,” kata Dekan FISIP Unpas M Budiana, saat memberikan sambutan, di Aula Hotel Grand Situ Buleud, Jumat (29/3).
Yang paling berperan dalam menyebarkan berita hoaks, sambungnya, adalah media online. “Bayangkan di Indonesia ada 4.000 media online di mana menurut dewan pers hanya 4 persennya saja yang resmi atau terdaftar di Dewan Pers,” ujarnya.
Terkait penyelenggaraan Pemilu 2019, FISIP Universitas Pasundan memiliki kepentingan yang sama dengan seluruh elemen masyarakat. “Urgensi kami, ketika banyak lembaga survei yang menyampaikan tingginya angka golput. Golput itu sudah ada sejak Pemilu 2004, 2009, 2014 bukan menurun tapi dari pemilu ke pemilu trennya semakin naik. Semakin meninggi,” kata Budiana.
Menurutnya, boleh jadi Pemilu 2019 tingkat golput juga akan semakin tinggi. Terakhir Pemilu 2014 itu ada di angka 30 sekian persen. “Beberapa riset menyatakan, dengan banyaknya hoaks, hate speech, dan sebagainya membuat calon pemilih enggan ke TPS,” ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, produksi hoaks yang luar biasa hari ini membuat calon pemilih menjadi antipati terhadap pelaksana pemilu yang akan dilaksanakan pada 17 April mendatang. “Melalui seminar ini kami ingin memberikan sedikit pengetahuan yang ada di kampus kami kepada masyarakat, khususnya pada generasi milenial atau generasi z, agar dengan penuh kesadaran bahwa menjadi pemilih adalah sikap warga negara yang baik,” ucap Budiana.
Salah seorang narasumber, Adiyana Slamet yang merupakan dosen FISIP Unpas dan Unikom mengatakan, titik terbesar penyebaran hoaks di Indonesia berada di Jawa Barat. “Riset membuktikan penyebaran hoaks berbanding lurus dengan Golput. Dan ini terjadi di Jawa Barat,” katanya.
Di lihat dari jenis media sosial yang digunakan, sambungnya, riset yang melibatkan 2.032 responden menunjukkan jika FB menempati peringkat pertama sebaran hoaks. “Kemudian diikuti Wa dan Instagram di peringkat kedua dan ketiga,” ujar Adiana.
Ada pun jenis hoaks paling marak, adalah tentang sosial politik, terutama menjelang pemilu saat ini. Kemudian disusul isu SARA. “80 persen responden menyebutkan dampak hoaks sangat mengganggu,” katanya.
Sementara itu, narasumber lainnya, Kabid Kepemudaan Disporabudpar Kabupaten Purwakarta Ahmad Arif Immamulhaq, mengajak kaum milennial untuk nyoblos pada 17 April 2019 mendatang. “Untuk menangkal berita hoaks caranya cukup dengan membaca Surat Al-Hujarat ayat 6. Bertabayun atau menelaah,” katanya.
Lebih lanjut Ahmad Arif mengatakan, memilih adalah kewajiban. “Memilih bukan untuk mencari yang terbaik tapi mencegah orang yang tak layak berkuasa. Jangan lupa, saat memilih gunakan rasionalitas dan kecerdasan,” ucapnya. (gan)