Kisah Ibu Rumah Tanga Penderita HIV AIDS Berjuang Hidup Normal
PURWAKARTA, RAKA – Wati (30), seorang Ibu rumah tangga yang telah divonis menderita HIV-AIDS, meminta masyarakat untuk tidak memberikan stigma buruk pada Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA). Pasalnya, penderita virus mematikan itu butuh perhatian dan dukungan terutama dari keluarga dan lingkungan sekitar.
Warga Kecamatan Wanayasa itu berpesan untuk ibu rumah tangga, segeralah lakukan tes HIV yang ada di Puskesmas terdekat. Karena sekarang sudah diadakan layanannya gratis. “Jauhi virusnya, dekati orangnya, jika kita berani maka kita sehat,” ujarnya ditemui di sela-sela acara kampanye pencegahan dan pengendalian HIV-AIDS di Taman Surawisesa, Kawasan Situ Buleud, Purwakarta, Minggu (2/12).
Dia berharap apa yang dialami tidak menimpa orang lain. Segeralah untuk cek status HIV dan untuk para suami jangan pernah main di luar, pokoknya cukup satu istri, cukup yang ada di rumah dan kalau memang mau main pakailah pengaman. “Stop melakukan hal yang menyimpang, jauhi narkoba kalau bisa mau menikah tes HIV-AIDS dulu. Cukup saya yang menjadi korban jangan ada lagi ibu rumah tangga yang menjadi korban karena sangat sakit dan sangat susah untuk bisa menerimanya,” katanya.
Ia menuturkan, virus yang menularinya berasal dari sang suami yang kini telah meninggalkannya. “Saya terkena virus HIV AIDS karena saya menikah dengan suami saya, yang sekarang posisinya sudah menjadi mantan suami. Beliau itu terkena HIV setelah bolak-balik ke rumah sakit dan waktu itu beliau tidak menceritakan tentang penyakitnya,” katanya.
Sebelumnya, dia hanya mengetahui suaminya mengidap penyakit paru-paru, namun sempat curiga dan mengajak suaminya untuk bersama-sama test HIV-AIDS di Puskesmas. “Di situ saya merasa ada yang aneh pas dokter bilang sama saya, Ibu katanya harus istirahat di rumah nggak boleh kerja nggak boleh capek. Setelah itu saya aneh sekali ya pak, soalnya yang saya tahu suami saya itu sakitnya hanya paru-paru,” ujarnya.
Langit terasa runtuh saat mengetahui hasil tes bahwa ia positif HIV. “Pas pertama saya divonis sama dokter waktu itu kaget ya kecewa ada sangat sangat kecewa malahan. Cuma saya berpikir mungkin ini cara Allah buat saya untuk bisa selalu dekat dengan Allah,” katanya.
Sedih dan merasa kecewa yang dirinya rasakan, sudah pasti dan sempat terbesit dalam pikirannya terlintas, kalau yang HIV itu umurnya tidak akan lama lagi. “Namun kesedihan menimpa saya ketika suami saya menawarkan dua pilihan antara berobat atau bercerai dengannya. Sebenarnya saya tidak mau memilih, dan saya pun tak mau menyerah dengan keadaan ini. Akhirnya suami saya menceraikan saya dengan begitu saja,” ujarnya.
Menurut Wati, saat dirinya seperti patah arang divonis HIV dan diceraikan suaminya, ia berkenalan dengan Yayasan Resik. Ia kemudian diberikan bimbingan, motivasi untuk berjuang menjalani hidup dengan didampingi Yayasan Resik. “Saya bersedia menjalani sejumlah penilaian (asessment) serta mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) secara disiplin,” jelasnya.
Sudah lebih dari 8 bulan, Wati mengonsumsi ARV hingga virus di tubuhnya melemah dan membuatnya sehat seperti sebelumnya tertular virus tersebut. “Alhamdulillah dengan saya seperti ini, saya sekarang sama keluarga dekat terutama sama anak dan ibu bapak saya,” ujar Wati seraya menyampaikan rasa syukur, ketika divonis HIV langsung kenal dengan yayasan resik.
Direktur Yayasan Resik, Hasanuddin mengatakan, jumlah kumulatif kasus penderita HIV-AIDS di Kabupaten Purwakarta, hingga akhir 2017 lalu tercatat mencapai 350 orang.
Sementara untuk tahun ini hingga September 2018 lalu, telah diketemukan kasus baru sebanyak 102 orang, jumlah kumulatif kasus HIV-AIDS sampai dengan September sebanyak 452 orang. ”Kasus HIV-AIDS mayoritas berusia produktif, yakni berumur 26 sampai 48 tahun. Namun ditemukan pula kasus HIV yang berusia 0 sampai 4 tahun, penularan ke-anak disebabkan adanya penularan dari ibu HIV positif ke bayi melalui persalinan yang normal yang dilahirkan dari ibu yang tertular HIV-AIDS,” jelas. Hasanuddin belum lama ini. (gan)