Tangkal Budaya Konsumtif
PURWAKARTA, RAKA – Pegiat literasi Purwakarta ajak masyarakat untuk berani memulai hidup minimalis dalam arti kepemilikan barang dengan sederhana. Seperlunya, tidak berlebih-lebihan.
Widdy Apriandi mengatakan, pada prinsipnya, tak banyak barang yang kita butuhkan dalam keseharian. “Bayangkan saat di situasi kebakaran. Di situasi darurat seperti itu, barang apa yang akan kita selamatkan? Itulah sesungguhnya barang yang sangat berarti bagi kita,” jelasnya.
Lain dari itu, ia mengajak lebih sadar soal kepemilikan produk. “Sebagai contoh, baju yang kita pakai, fungsinya adalah untuk menutup tubuh kita. Itulah baju. Kenapa harus membeli sekian banyak jika sedikit saja cukup? Apalagi, kita membeli demi gengsi brand (merk) baju. Itu Sia-sia,” paparnya.
Dijelaskannya, saat ini masyarakat begitu terjebak dalam pusaran konsumerisme. Sehingga buta dalam membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. “Sialnya, kita lebih sering tergerak oleh keinginan. Sedangkan keinginan adalah sesuatu yang bersifat tidak terbatas (unlimited),” jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dirinya menceritakan tentang seorang kawan yang stress sendiri gara-gara perkembangan smartphone. Suatu waktu, dia baru beres beli smartphone idaman yang menurut referensi yang dibacanya dinilai terbaik. Namun, masalah muncul di kemudian hari. Dalam rentang satu bulan saja, keluar produk smartphone lain yang berspesikasi sama dengan smartphone Kebanggaannya itu. Bahkan, bandrol harganya jauh lebih murah. “Kawan saya kontan stress. Pertama, karena ada produk yang jauh lebih murah untuk spesifikasi yang sama. Kedua, stress akibat dibelit tunggakan untuk produk yang sudah kehilangan kebanggaan,” jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, hidup minimalis harus lebih disadari dengan melihat kebutuhan bukan keinginan. “Pola hidup konsumerisme ini, berbahaya. wataknya yang selalu tumbuh dan tak terbatas, pola hidup minimalis adalah solusi untuk menangkal itu,” pungkasnya. (ris)