Warga Cirangkong Harus Segera Direlokasi
MAKAN : Warga Desa Pasanggaran, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta korban pergerakan tanah tengah makan di tempat pengungsian. Warga harus secepatnya diberi tempat / relokasi terlebih jelang bulan Ramadan.
PURWAKARTA, RAKA – Pemeritah Desa Pasanggaran, Kecamatan Tegalwaru, berharap pemerintah Kabupaten Purwakarta bisa secepatnya merelokasi ratusan warganya yang menjadi korban bencana pergerakan tanah belum lama ini. Pasalnya, jika dibiarkan dihawatirkan terjadi bencana susulan.
“Berdasarkan rencana warga akan direlokasi ke tanah milik perhutani, yang jaraknya sekitar satu kilometer dari lokasi. Kami memohon kepada pemerintah untuk segera dilakukan relokasi secepatnya,” ujar kepala Desa Pasanggrahan Yadi Supriyadi, Kamis (4/3).
Kades Yadi mengatakan, saat ini ratusan warga masih bertahan di tempat pengungsian, ada juga yang tinggal bersama kerabat para korban. “Apalagi sebentar lagi mau bulan puasa jadi harus sesegera mungkin dilakukan upaya relokasi,” kata Kades.
Diketahui, Desa Pasanggrahan yang terkena bencana pergerakan tanah ini berada tepat di kaki Gunung Parang. Lokasinya lebih 20 kilometer dari pusat kota, dengan medan yang terjal melewati hutan dan perbukitan. Gunung Parang adalah pegunungan batu andesit yang saat ini terkenal dengan wisata alam panjat tebing. Tebing gunung Parang ini tak hanya dinobatkan sebagai tebing tertinggi di Indonesia namun juga tertinggi kedua di Asia.
Sebelumnya, bencana pergerakan tanah tersebut terjadi pada Sabtu 6 Februari 2021 lalu tepatnya di Kampung Cirangkong, Desa Pasanggrahan, Tegalwaru. Berdasarkan data Pemdes setempat, jumlah rumah rusak sudah mencapai 120 rumah, yang sebelumnya 116 rumah.
Dari jumlah itu, 79 rusak berat rata dengan tanah sisanya 41 rusak ringan. Seluruh rumah yang terdampak bencana alam ini sudah dilarang untuk ditempati menyusul pergerakan tanah masih terus terjadi. “Adapun jumlah warga yang jadi korban sebanyak 532 orang dari 150 kepala keluarga.
Dari jumlah itu 345 orang sudah tinggal dipengungsian. “Sisanya ada yang tinggal di rumah kerabatnya. Bahkan juga ada yang bertahan sekitar rumah mereka, dengan alasan menjaga barang-barang dan memiliki hewan ternak,” kata Yadi.
Dia menambahkan, dari 532 orang korban bencana pergerakan tanah itu juga terdapat 53 balita, 31 lansia dan 4 orang ibu hamil. Sementara itu berdasarkan pantauan di lapangan, saat ini di lokasi pergerakan tanah di kampung itu terdapat beberapa titik baru lokasi longsoran dan anjlokan tanah. Akses jalan umum di perkampungan itu ambles tidak bisa dilalui kendaraan roda empat. “Diperkirakan titik pergerakan tanah di kampung kami ini luasannya mencapai 5 hektare. Sementara kampung yang terdampak ini berada di RW 06, dan dua RT, yakni 14 dan 15,” ujarnya. (gan)