PURWAKARTA

Belajar Daring Terkendala Sinyal

TERKENDALA SINYAL: Proses pembelajaran sistem kelompok ala SMPN 2 Sukasari, Kabupaten Purwakarta. Di daerah ini, pembelajaran daring terkendala sinyal. Karenanya guru berkeliling ke titik yang telah ditentukan. Sementara jumlah siswa yang belajar dibuat berkelompok untuk menghindari kerumunan.

PURWAKARTA, RAKA – Sejak pandemi Covid-19 merebak, dunia pendidikan mengalami perubahan yang begitu signifikan. Sejak 2020, dunia pendidikan di Indonesia harus melompat beberapa tahun ke depan dalam penggunaan teknologi. Pembelajaran tatap muka antara guru dan murid diganti dengan pembelajaran online alias daring. Para guru dan murid dipaksa untuk beradaptasi pada sistem pembelajaran revolusioner tersebut.

Pembelajaran jarak jauh antara guru dan siswa dengan memanfaatkan jaringan internet, terkadang memunculkan masalah tersendiri bagi tenaga pengajar dan peserta didik yang tinggal di wilayah dengan keterbatasan jaringan internet. Begitupun bagi keluarga miskin yang tak mampu membelikan anaknya gawai yang canggih.
Salah satu daerah yang paling terkendala jaringan internet dan faktor ekonomi di Kabupaten Purwakarta terdapat Kecamatan Sukasari. Ada dua desa yang paling merasakan sulitnya belajar daring selama pandemi Covid-19.
Dua desa di Kecamatan Sukasari yang masih terkendala dan lemahnya sinyal internet itu yakni Desa Sukasari dan Desa Parungbanteng.

Kepala SMPN 2 Sukasari Heri Kusnandar mengatakan, sistem pembelajaran di sekolahnya dilakukan secara online, namun hanya sebagian siswa yang bisa mengikutinya. “Proses pembelajaran yang dilakukan secara daring tidak bisa berjalan dengan maksimal. Karena masih terkendala sinyal atau jaringan internet,” ujarnya, Selasa (27/7).

Dia menambahkan, kendala lainnya yang dihadapi oleh guru dan murid bukan hanya keterbatasan sinyal, melainkan persoalan perangkat belajar menngajar yang dimiliki. “Kalau untuk pembelajaran di sini memakai daring, tapi hanya sebagian murid yang ikut pembelajaran. Bukan hanya terkendala sinyal internet saja, tapi ada juga murid yang tidak memiliki HP (handphone) android yang bisa digunakan untuk belajar mengajar,” tutur Heri.

Untuk mengatasi kendala tersebut, dia mengungkapkan, pihaknya melakukan berbagai upaya seperti meminta guru-guru untuk bisa berkeliling ke rumah siswa atau juga mengumpulkan siswa di zona yang sudah ditentukan dan tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Beberapa siswa yang terkendala sinyal dan kuota mereka kumpul di zona-zona yang sudah ditentukan seperti di rumah guru setempat, di bale rumah kepala desa, dan di saung sawah. Selain itu, sesekali sekolah membantu membelikan kuota bagi siswa kurang mampu,” ucap pria yang akrab disapa Bro Heri itu.

Sementara, sambung dia, bagi murid yang tidak memiliki ponsel pintar, maka difasilitasi oleh pihak sekolah. “Bagi siswa yang tidak mempunyai HP android diberikan pinjaman tablet oleh sekolah untuk digunakan,” imbuhnya.
Sejak adanya pandemi Covid-19, di lokasi yang sulit mendapatkan sinyal, kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan mengumpulkan beberapa siswa di sejumlah lokasi. Dengan jumlah tiap kelompok 5 sampai 10 siswa. Jadwal pembelajarannya dua kali dalam seminggu. Namun begitu, tetap memperhatikan protokol kesehatan, serta dalam pengawasan dan persetujuan orang tua siswa.

Zonanya dibagi sesuai jarak terdekat dengan tempat tinggal murid. Bisa di rumah staf tata usaha, rumah guru, rumah ketua RT, rumah murid, maupun memanfaatkan bangunan majelis taklim. “Para siswa tersebut akan dilayani dengan cara offline, yakni guru yang datang ke zona-zona tersebut,” ungkap Heri. Sampai saat, proses belajar mengajar belum bisa dilakukan secara tatap muka seperti sebelum pandemi, karena peningkatan penyebaran covid-19 masih meningkat, terlebih saat ini masih dalam tahap PPKM level 4. (gan)

Related Articles

Back to top button