Borondong Ketan, Cemilan Legendaris Bojong Timur
MAKANAN KHAS: Borondong ketan, makanan legendaris dari Bojong Timur.
PURWAKARTA, RAKA – Desa Bojong Timur, Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta, merupakan salah satu surganya cemilan yang dibuat secara tradisional. Mulai dari borondong ketan, gula aren, kripik talas, teh hijau, maupun kripik pisang. Namun yang paling khas adalah borondong ketan.
Borondong ketan, saat ini bisa dibilang menjadi cemilan yang menjadi ikon desa dengan jumlah penduduk 4.278 jiwa dan luas wilayah 394.043 hektare itu. Pada umumnya, borondong yang ada di pasaran saat ini kebanyakan terbuat dari jagung. Namun borondong asal Desa Bojong Timur bahan bakunya beras ketan. Beras ketan yang digunakannya pun kualitas terbaik dan tidak sembarangan bisa ditanam.
Kepala Desa Bojong Timur Dedi Junaedi mengatakan, sebenarnya produk UMKM yang ada di wilayahnya cukup beraneka macam. Hanya saja, borondong ketan memang yang lebih tersohor. Kendati makanan ini hanya bisa dibuat secara turun temurun oleh satu keluarga. “Untuk borondong ketan, hanya ada dua pelaku UMKM yang berasal dari satu keluarga. Sejak puluhan tahun lalu, keluarga ini khusus memproduksi camilan itu. Anehnya, warga lainnya tak bisa membuat borondong dengan kualitas yang sama,” ujar Dedi, saat ditemui di Kantor Desa Bojong Timur, Senin (25/10).
Dijelaskannya, karena dengan cara tradisional dalam pembuatannya, borondong ketan secara tidak langsung sudah jadi ikon Bojong Timur. Jika ingat nama desa ini, maka orang akan langsung ingat dengan manis dan krispinya penganan ini. Sebenarnya, kata Dedi, tak hanya borondong ketan, tapi ada produk UMKM yang jadi unggulan lainnya yakni gula aren. Gula aren yang diproduksi pelaku usaha di Bojong Timur ini asli menggunakan bahan baku air sadapan pohon aren. “Gula tersebut, diolah tanpa campuran bahan lainnya. Cara pengolahannya masih menjaga tradisi leluhur. Ada juga daun teh, yang semuanya diolah dengan cara tradisional. Supaya, kandungan gizi dan cita rasanya juga tetap terjaga,” ungkapnya.
Sayangnya, pemasaran produk-produk UMKM ini masih ada kendala. Terutama dari pangsa pasarnya. Selama ini pemasaran produk ini masih dari satu orang ke orang lain. Belum dipasarkan secara luas. Apalagi menembus pasar modern.
Salah satu penyebabnya kendala legalitas. Seperti PIRT, label halal, logo MUI dan BPOM masih belum ditempuh. Termasuk soal komposisi dan berat bersih dari produk itu belum terlampir dalam kemasannya. “Ini yang jadi kendala pelaku usaha di kami. Tapi untuk borondong ketan memiliki pangsa pasar tersendiri dan menjadi ikon Desa Bojong Timur,” ujarnya.
Padahal, lanjut Dedi, peluang pasar saat ini terbuka lebar. Termasuk yang ditawarkan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan, yang menyebutkan produk UMKM bisa tembus Indomarco. Tentunya, produk yang sudah sesuai standar dari perusahaan itu.
Karena itu, lanjut Dedi, saat ini pihaknya berupaya untuk mencapai hal itu. Salah satunya, berkoordinasi dengan instansi terkait, supaya para pelaku usaha ini bisa mendapatkan legalitas mengenai produk yang dihasilkannya. Saat ini untuk mengatasi hal tersebut pihaknya membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) untuk membantu pemasaran dan legalitas seperti PIRT, serifikat halal dan lainya. Terlebih di masa pandemi ini, kesehatan dan ekonomi diibaratkan dua pedal sepeda. Keduanya harus bergerak agar bisa berjalan, untuk itu Desa Bojong Timur untuk mendorong UMKM yang ada,” pungkasnya. (gan)