RADAR PURWAKARTA

Budaya Gotong Royong Pudar

Purwanto

PURWAKARTA, RAKA – Orang Indonesia membanggakan diri karena mempunyai kearifan lokal yang disebut gotong-royong. Di zaman dulu, gotong-royong memang merupakan nilai budaya yang mencerminkan kebersamaan.

Namun, akhir-akhir ini gotong-royong di desa-desa tidak lebih dari hanya sekadar bekerja bersama-sama. Bisa dibilang miskin nilai kebersamaan. Pudarnya nilai-nilai gotong-royong yang terjadi pada masyarakat desa, tentunya tidak terjadi begitu saja, namun mengalami sebuah proses karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian menjadikan masyarakat pedesaan mulai berubah hingga meninggalkan kebiasaaan masyarakat desa yang penuh nuansa kebersamaan. “Untuk menyikapi hal tersebut, diperlukan kerja keras dan kerja cerdas seluruh aparatur desa yang dipimpin kades untuk dapat memupuk kembali rasa kebersamaan tersebut. Dalam berbagai hal tentunya,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Purwakarta, Purwanto, Senin (6/1).

Begitupun berkaitan dengan nilai-nilau gotong-royong terhadap partisipasi program pemerintah. “Ambil contoh untuk operasional ambulans desa, setidaknya ada empat poin yang harus dipenuhi, mulai dari pajak kendaraan, pemeliharan, honor pengemudi hingga ke BBM ambulans. Dengan konsep gotong-royong dan kebersamaan, bukankah hal itu bukan sesuatu yang sulit?” kata Kang Ipung, begitu ia kerap disapa.

Menurutnya, ambulans desa yang sumber dana pengadaanya dari Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) itu yang merasakan secara langsung masyarakat juga. “Jadi silahkan kelola dengan baik oleh masyarakat, salahsatunya dengan cara gotong-royong untuk operasional, mau seribu atau dua ribu, silahkan untuk yang mampu dan mau. Dan dikoordinasikan oleh aparatur desa sebagai pengelola,” tuturnya.

Jika hanya soal gotong-royong untuk operasional ambulans desa saja sulit dilakukan, opsi terakhir mengambil dana dari DBHP. Asalkan dibuatkan Peraturan Desa (Perdes)-nya. “Silahkan, Kades dengan Bamusdes mengeluarkan perdes-nya salahsatunya dialokasikan untuk dana operasional ambulan desa. Hanya jika hal itu terjadi, tidak akan mendidik dan meningkatkan budaya gotong-royong masyarakat desa yang bersangkutan,” pungkasnya. (gan)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Verified by MonsterInsights