Masyarakat Diajak Gunakan Hak Pilih di Pemilu
PURWAKARTA, RAKA – Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Purwakarta sarankan masyarakat untuk tidak golput dalam pemilihan legilsatif dan pemilhan presiden di tahun 2019 ini.
Ketua Umum HMI Purwakarta Didin Wahidin menilai, golput telah terjadi sejak masa orde lama. Pada tahun 1955, partisipasi politik dalam pemilu mencapai 91, 4 persen, dengan tingkat golput hanya 8,6 persen. Baru pada era orde baru golput menurun. Pada Pemilu 1971, tingkat partisipasi politik mencapai 96,6 persen dan jumlah golput menurun drastis hanya mencapai 3,4 persen. “Presentase golput terbesar terjadi pada pemilu tahun 2014.
Berdasarkan survei dari CSIS dan lembaga survei Cyrus Network telah menetapkan persentase pemilih yang enggan menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum legislatif 2014. Dari hasil kalkulasi mereka melalui metode penghitungan cepat, tingkat golongan putih pemilu tahun ini hampir menyentuh angka 25 persen,” paparnya.
Ia juga menyebut, ketidakpercayaan publik pada figur calon pemimpin menjadi sebab lahirnya sikap apatis masyarakat. “Hal ini (Golput) disebabkan oleh pandangan bahwa siapa pun yang menduduki jabatan tidak ada pengaruh signifikan pada kelangsungan hidup mereka, sehingga ikut berpartisipasi dalam pemilu menjadi sia-sia, memilih untuk tidak memilih menjadi masuk akal,” paparnya.
Namun, masih kata Didin, tiga alasan tersebut menjadi semacam bentuk frustasi dalam demokrasi dan cacat logika. “Siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin, baik secara nasional atau daerah, memiliki kebijakan dalam berbagai sektor. Kebijakan itu akan direalisasikan dalam bentuk praktis, empiris, masif dan mengikat. Harga-harga bahan pokok bisa jadi salah satu wujud dari bagaimana seorang pemimpin menyelesaikan persoalan itu. Tidak masuk akal, jika ada yang golput tetapi kemudian mengkritik harga bahan pokok atau BBM,” paparnya.
Konsekuensi logis dari golput, tambah Didin, adalah hilangnya hak untuk mengkritik dan menyalahkan pemimpin terpilih, karena sejak awal mereka yang golput tidak terlibat dalam proses demokrasi dalam pemilu. “Jika kritik tetap dilakukan, mereka terjebak ‘post-factum’ atau hanya bereaksi jika sesuatu telah terjadi,” paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, andai pun tidak ada pengaruh siginifikan dalam pemilu, maka setidaknya mereka yang tidak golput sudah menentukan sikap politik. “Sebagai warga negara, satu suara pun adalah bagian dari bentuk partisipasi dalam membangun demokrasi,” pungkasnya. (ris)