Mau Imlek, Dodol Cina Kurang Laku
PURWAKARTA, RAKA – Jelang perayaan tahun baru Imlek biasanya pernak-pernik hingga makanan khas warga etnis Tionghoa ramai dijajakan. Namun tahun ini berbeda. Penjualan makanan dodol keranjang yang biasanya laris, menjelang pergantian tahun pada Jumat (12/2) mendatang, masih saja sepi.
Produksi dodol keranjang atau lebih dikenal sebagai dodol cina mengalami penurunan produksi lantaran pesanan berkurang hingga 50 persen. Menurut salah satu perajin dodol di Gang Aster, Nagri Kaler, Purwakarta, Hayati, penurunan disebabkan karena pandemi corona yang melanda dan hingga saat ini belum sirna.
“Produksi masih seperti biasa, cuma ada penurunan. Dulu di hari yang sama atau 9 hari jelang Imlek sudah memproduksi sebanyak 2 ton dodol, sekarang baru 1 ton juga kurang. Yang beli tiap hari juga ada, cuma sekarang enggak banyak kayak dulu,” ujarnya, Kamis (4/2).
Hayati yang secara turun temurun memproduksi dodol, hanya bisa pasrah dengan kondisi yang ada. Ia tetap memproduksi dodol demi menjaga kelestarian tradisi di perayaan Imlek.
Ia mengaku, harga bahan-bahan baku untuk membuat dodol naik, seperti harga tepung terigu dan harga gula. Kondisi ini memasksanya menaikkan harga dodol. “Pada naik sekarang mah, ya dodol ikut naik. Sebelumnya Rp35 ribu per kilogram, sekarang menjadi Rp40 ribu per kilogramnya,” katanya.
Bahan-bahan membuat dodol keranjang seperti tepung ketan, gula putih dan daun pandan. Tepung yang telah dihaluskan diaduk merata dengan gula yang sudah dicairkan. Adonan yang sudah selesai dimasak secara merata, dimasukkan ke tempat seperti keranjang yang sudah dilapisi plastik.
Tempat keranjang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tempat kukusan dengan cara disusun. Pengukusan dilakukan selama 15 jam di atas tungku pembakaran. (gan)