TEMPURAN, RAKA – Bukan perkara mudah memahami bahasa Arab. Karena sebelum jauh memahami, metode menterjemahkan bahasa Arab juga butuh proses panjang di pesantren, atau yang akrab disebut “melogat”. Namun, hal itu jadi kegiatan rutin para santri-santri di Pondok Pesantren Baitul Burhan, Kecamatan Tempuran, setiap hari.
Seorang santri Pesantren Baitul Burhan, Putri Najwa Mawadah mengatakan, memahami Quran tidak bisa spontan. Karena sebelum memahami, menterjemahkan saja adalah perkara yang tidak mudah. Perlu penguasaan ilmu nahwu dan shorof atau yang biasa disebut ilmu alat untuk sekadar melogat kitab, agar bisa diterjemahkan. Di samping kosa katanya yang harus dihafal yang dalam bahasa Inggris sering sebut vocabularies. Penempatan mubtada, khobar, fi’il, fail dan maf’ul juga butuh proses dilakukan. Sebab, sama seperti bahasa lainnya, bahasa Arab juga ada kata kerja, kata tempat, waktu, subjek dan objeknya. “Waduh bukan perkara mudah sih, tapi kalau di pondokkan terus dipelajari secara dawam terus,” katanya.
Pengasuh Pesantren Baitul Burhan Ajang Syaiful Khiyar mengatakan, santri cakap membaca kitab kuning adalah output saat nanti kembali ke masyarakat, disamping perbaikan akhlaknya. Karena itu, melogat kitab, ada jadwal khusus bagi anak-anak santri mengikuti pengajian baik sorogan (bersama-sama) maupun balagan. Tentunya, selain menyesuaikan usia dan kelas, pelajaran metode ini juga harus bertahap. Mulai matan kitab jurumiah, kemudian imriti, kaelani hingga alfiyah Ibnu Malik dibaca maupun hafalan. Sementara kitab fiqh, anak santri juga bertahap memahami safinah, fathul qorin, sulam taufik, sulam munajat, fathul wahhab hingga fathul mu’in misalnya. Dengan melihat kelas dan tahapannya itu sebut Ajang, proses pemahaman dan penterjemahan yang terukur akan secara bertahap diserap. “Ada tingkatan, kelas dan tahapannya, kalau santri konsisten terus dawam dan istiqimah. Insya Allah membaca kitab gundul bukan perkara sulit,” katanya. (rud)
