Restorasi Gerakan Serta Peran Mahasiswa di Era Disrupsi
PERAN mahasiswa mengawal transisi demokrasi, karena saat ini demokrasi di Indonesia masih dalam tahapan prosedural belum substansial terbentuk di tatanan struktur makro sampai elite. Secara substansial, masih banyak nilai-nilai dan perilaku dalam berdemokrasi yang perlu disempurnakan agar demokrasi bisa lebih matang dan mapan.
Hal itu yang membedakan peran mahasiswa di negara maju dan negara berkembang, di mana sistem demokrasi di negara maju sudah mapan dan masyarakatnya sudah matang, sehingga peran gerakan mahasiswa dalam pengawalan demokrasi secara peran tidak terlalu sentral. Sebaliknya di negara berkembang dengan kondisi masyarakat yang berpendidikan relatif rendah, gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral masih sangat dibutuhkan untuk mengawal proses demokrasi, untuk mencapai tujuan dalam berbangsa dan bernegara.
Dalam peran inilah idealisme dan independensi mahasiswa dalam segi sikap, arah, maupun pernyataan menjadi sangat penting. Idealisme dan independensi tersebut adalah modal pokok yang melandasi gerakan mahasiswa agar tidak mudah terpengaruh berbagai kelompok kepentingan, khususnya dalam menghadapi dinamika politik saat ini yang semakin berkembang.
Melihat lebih jauh, peran mahasiswa pada era disrupsi di mana Indonesia saat ini menghadapi kondisi VUCA (volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity). Volatility banyak dipicu oleh perkembangan teknologi 4.0 seperti IOT, big data, artificial intelligence, robotic, blockchain dan lainnya yang membawa perubahan kehidupan begitu cepat. Selanjutnya perubahan iklim, dinamika geopolitik global juga telah memicu uncertainty.
Persoalan yang dihadapi juga semakin kompleks, sehingga mahasiswa dituntut harus berpikir sistem secara komprehensif.
Selain itu, perubahan yang terjadi juga semakin tidak familiar yang menyebabkan situasi ambigu. Untuk itu, para pemimpin mahasiswa harus berorientasi masa depan dengan mempertimbangkan VUCA tersebut agar di zaman disrupsi ini, pengawalan demokrasi pun setiap kebijakan yang melanggar aspek keadilan pun berdampak negatif pada masyarakat secara umum, dapat terlaksana dengan baik dan optimal.
Ada lima kompetensi utama yang diperlukan untuk menghadapi tantangan masa depan, yakni complex-problem solving, critical thinking, creativity, communication dan collaboration. Era disrupsi saat ini menuntut mahasiswa menjadi powerful agile learner agar tidak terus terjebak pada masa lalu (escape from the past), dan sebaliknya harus mampu menemukan masa depan (to invent the future). Karena itu dalam kongres kebangkitan mahasiswa Indonesia saat ini, perlu dipikirkan bagaimana reformulasi dan revitalisasi model gerakan mahasiswa Indonesia agar gerakan mahasiswa adaptif terhadap perubahan dan tantangan bangsa ke depan.
Aksi turun ke jalan tidak bisa kita remehkan dan dikesampingkan begitu saja. Karena melalui aksi turun ke jalan memberikan isyarat kepada penguasa yang zalim, bahwa kebenaran itu masih ada dan kebenaran itu harus ditegakan. Karena mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat. Maka dari itu, mahasiswa bertugas untuk membela kepentingan masyarakat terhadap kesewenangan yang dilakukan oleh penguasa.
Membuat arah baru pergerakan adalah pilihan yang harus dilakukan mahasiswa agar tidak tersingkir dari perkembangan zaman. Malahan dengan adanya revolusi industri 4.0, ini sebenarnya memberikan begitu kemudahan bagi mahasiswa dalam menentukan arah baru pergerakan mahasiswa.
Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan informasi ini nantiya membuat pergerkan mahasiswa lebih tertata, lebih menarik dan kreatif. Hal-hal yang bisa dilakukan oleh mahasiswa untuk mengemas pergerakannya agar lebih menarik adalah dengan mengemas pergerakan tersebut dengan berbasis teknologi. Ada beberapa aspek yang bisa diinovasikan oleh mahasiswa dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi yang berlangsung saat ini. Dalam aspek perencanaan mahasiswa akan lebih mudah mendapatkan informasi-informasi atau berita-berita terbaru terhadap perkembangan situasi bangsa terkini.
Era kemajuan teknologi dan informasi tersebut sangat memberi kemudahan bagi siapa pun termasuk mahasiswa dalam mendapatkan dan mengakses segala bentuk informasi. Maka dengan kemudahan memperoleh informasi tersebut, memungkinkan mahasiswa untuk mempersiapkan aksi-aksi dengan lebih terencana dan lebih tertata rapi. Dengan kemudahan akses informasi tersebut itu pula mahasiswa dapat menyaring segala informasi yang ada agar tidak terjebak kedalam informasi palsu.
Melalui poin-poin di atas, gerakan mahasiswa akan lebih mampu untuk memberikan peran dan kontribusi nyata untuk masyarakat sesuai dengan kebutuhan zamannya. Akan tetapi, itu semua tidak akan pernah terwujud apabila hal yang paling fundamental dari gerakan mahasiswa tidak dibenahi, yakni masalah eksklusivisme dan gerakan mahasiswa yang tidak solid dan mudah dipecah belah.
Oleh sebab itu, dengan bersatu maka kita dapat memanfaatkan semua peluang tersebut sehingga gerakan mahasiswa masih relevan sesuai dengan perkembangan zaman, dan dapat memberikan manfaat yang nyata untuk masyarakat. (*)
Muhammad Zeinny Hasbunallah Sasmita
Ketua BEM Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis UPI 2019