
Banjir, Longsor dan Angin Kencang Masih Mengancam
KARAWANG, RAKA – Tahun 2020 diawali dengan bencana yang melanda 13 kecamatan di Kabupaten Karawang. Diantaranya banjir, puting beliung, dan tanah longsor. Pusat Data dan Informasi (PUsdatin) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karawang mencatat 10.070 kepala keluarga terdampak tiga bencana tersebut, 483 kepala keluarga diantaranya terpaksa mengungsi. Meski tidak ada satu pun korban hilang, meninggal dunia atau luka, kerugian akibat bencana ini mencapai Rp1.505.700.000.
Sekretaris BPBD Kabupaten Karawang Supriatna mengatakan, data tersebut berdasarkan rekapitulasi laporan tanggal 12 Januari. Disebutkannya, jumlah korban banjir sebanyak 31.977 jiwa, korban puting beliung 88 jiwa dan tanah longsor 13 jiwa. Dari jumlah seluruhnya, korban jiwa yang mengungsi sebanyak 9.340 orang. “Sampai saat ini belum ada lagi informasi banjir, kecuali Karangligar masih ada 28 kepala keluarga, 74 jiwa yang masih kebanjiran di Kampung Kampek,” terangnya kepada Radar Karawang, Selasa (14/1).
Bencana tersebut bukan saja berdampak kepada korban manusia, kata Supriatna, juga berdampak pada pemukiman warga sebanyak 222 rumah. Adapun yang terdata mengalami kerusakan diantaranya dari bencana tanah longsor mengakibatkan tiga rumah rusak, puting beliung merusak 25 rumah, sedangkan banjir merusak sembilan rumah. Khusus untuk banjir, fasilitas umum dan bentuk fisik lainnya juga ikut terdampak yaitu 15 tempat ibadah, 16 sekolah, dan 1.556 hektare sawah terendam.
Supriatna mengatakan, masih ada potensi banjir di beberapa wilayah terutama yang dilalui oleh empat sungai besar yakni Cibeet, Citarum, Kalen Bawah, dan Cilamaya. Wilayah sepanjang garis pantura juga berpotensi mengalami banjir seperti Kecamatan Pedes dan Tempuran. Hal tersebut tidak lepas dari prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akan adanya cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin pada tanggal 11 sampai 15 Januari. Dan akhir Januari sampai awal Februari, serta akan meningkat kembali di bulan Maret. “Itu saja yang kita waspadai, karena curah hujan tinggi di Purwakarta bisa menyebabkan banjir di Karawang. Curah hujan tinggi di Bandung bisa menyebabkan (muka air) tinggi di Karawang,” paparnya.
Adapun puting beliung sebetulnya secara teori tidak akan terjadi selama cuaca ekstrem tersebut. Dijelaskannya, puting beliung biasanya terjadi pada pergantian musim kemarau ke musim hujan yang biasa disebut pancaroba. Pada musim hujan seperti sekarang ini, yang terjadi adalah angin kencang yang juga berpotensi merobohkan rumah. “Beda nama, ya tapi kita kategorikannya angin kan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, tanah longsor secara teori disebabkan bentuk kemiringan lereng di suatu wilayah. Sedangkan longsor yang terjadi di Karawang pada bulan Januari, merupakan pengikisan tanah di dekat sungai tanpa tanggul yang biasa disebut erosi. Erosi semacam ini bisa saja terjadi karena deras dan meningginya muka air di empat sungai yang disebutkan sebelumnya. “Cuma kadang-kadang masa disebut angin kencang, makanya kalau rumah roboh karena angin kencang ya sudah (disebut) puting beliung,” pungkasnya. (cr5)