SDN Cintaasih 2 Disegel
-Buntut Sengketa Lahan di Pangkalan
PANGKALAN, RAKA – Di sela liburan semesteran, dunia pendidikan di wilayah selatan Karawang dihebohkan dengan penyegelan SDN Cintaasih 2, Kecamatan Pangkalan oleh ahli waris yang mengklaim memiliki hak atas lahan sekolah tersebut, kemarin. Itu diperkuat dengan hasil putusan Pengadilan Negeri Karawang yang menyatakan Pemerintah Kabupaten Karawang telah melakukan perbuatan melawan hukum karena membangun SDN Cintaasih 2 di Kampung Bakan Raminten, Desa Cinataasih tanpa jual beli dan pembayaran di atas tanah milik almarhum Basuki Bin Ahiman. Putusan itu teregister dengan nomor perkara 118/Pdt.G/2019/PN Kwg
Leandario Merliano, pengacara ahli waris menyampaikan, sampai sekarang surat Letter C bukti kepemilikan tanah masih atas nama ahli waris tanah tersebut. Ia melanjutkan pihak ahli waris telah menunggu tindak lanjut dari hasil putusan Pengadilan Negeri Karawang. “Betul sah milik ahli waris, letter C kami masih atas nama klien kami belum ada peralihan. Sebenarnya kami sudah menunggu hasil dari putusan Pengadilan Negeri Karawang, tapi hingga sekarang ini pihak pemerintah belum membayarkan tanah tersebut, tapi baru-baru ini pemerintah membelokkan putusan tersebut,” tambahnya.
Ia memaparkan, akibat dari pemerintah daerah yang mengingkari putusan, maka ahli waris telah melakukan penyegelan bangunan sekolah. Ia mengakui pembayaran harus dibayarkan pada tahun 2022. Hal tersebut telah disertai pula dengan bukti dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia mengaku hingga sekarang belum terdapat pembayaran apapun dari pihak pemerintah daerah. “Ini sudah diplotkan untuk pembayarannya menggunakan anggaran tahun 2022, dan sudah ada bukti pengukuran dari BPN, tapi di saat Dinas Pendidikan meminta surat layak bayar, bagian hukum pemerintah tidak diberikan. Mereka justru saling lempar,” tutupnya.
Asep Syaripudin, ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Karawang memaparkan permasalahan sengketa lahan SD Negeri Cintaasih 2 Kecamatan Pangkalan harus segera diselesaikan oleh pemerintah daerah. Ini untuk mengurangi dampak psikologis yang dialami oleh siswa. Selain itu BPN harus lebih reaktif dan memiliki skala prioritas dalam penyelesaian. “Kami mendorong kepada pemerintah daerah dan BPN. Pihak BPN pun harus lebih responsif dan komunikatif untuk proses pengurusan ini, serta harus punya skala prioritas agar cepat terselesaikan,” ujarnya. (nad)