PURWAKARTA

Sebelum Insiden Hujan Batu, Penambang Sudah Diingatkan

MENGINGATKAN SEBELUM KEJADIAN: Dansektor 13 Kolonel Inf Nazwardi Irham bersama anggotanya saat sidak ke perusahaan penambang, PT MSS, beberapa waktu sebelum insiden hujan batu.

PURWAKARTA, RAKA – Peristiwa mengerikan jatuhnya bongkahan batu berukuran raksasa mengakibatkan satu sekolah dan beberapa rumah masyarakat yang berada persis di bawah kaki Gunung Miun hancur tertimpa batu.

Kurang antisipasinya pihak perusahaan, dalam hal ini PT Mandiri Sejahtera Sentra (MSS) dalam melakukan peledakan atau blasting, diduga menjadi awal mula insiden tersebut. Peristiwa itu pun kini menjadi perhatian banyak pihak.

Jauh hari sebelum tragedi itu terjadi, Satgas Citarum Harum sektor 13 sudah beberapa kali sidak untuk memperingatkan pihak perusahaan agar memperhatikan dampak lingkungan dari aktifitas galian C tersebut.

Salah satunya, imbas aktivitas perusahaan mengakibatkan sedimentasi atau pendangkalan sungai akibat debu dan pasir atau limbah perusahaan yang jatuh dan mengendap di aliran DAS Citarum yaitu Sungai Cibuluh hingga ke Sungai Ciwaru, Desa Warungjeruk, Kecamatan Tegalwaru, yang bermuara di Sungai Cigalumpit. “Beberapa kali kita sudah sidak dan meminta pihak perusahaan untuk mengembalikan keaslian sungai dari hulu hingga hilir,” ujar Dansektor 13 Kolonel Inf Nazwardi Irham.

Tak hanya itu, pihaknya sudah mengingatkan warga yang berada di sekitar area tambang agar selalu berhati-hati. Sebab, tak hanya berdampak buruk bagi Sungai Citarum, namun juga berpengaruh buruk terhadap pemukiman warga. “Karena ketika musim hujan debu ini berubah menjadi lumpur, dan lumpur ini akan masuk ke pemukiman juga pesawahan. Namun peristiwa paling buruk pun terjadi yaitu batu jatuh ke pemukiman penduduk,” katanya.

Pihaknya kata Irham, turut prihatin atas peristiwa itu. Dirinya berharap, mental para korban kembali pulih dan pihak perusahaan wajib bertanggung jawab serta menjamin insiden itu tak terulang. “Tak hanya itu. Harus diantasipasi juga saat musim hujan nanti, kita hawatir longsor dan batu bisa terjadi. Sebab bukit sudah mulai gundul,” pungkasnya.

Sementara itu, salah satu korban bernama Neneng menceritakan, pada saat kejadian berlangsung dirinya sedang tidak ada di kediamannya. Termasuk empat orang anaknya. Sedangkan suaminya saat itu tengah berada di Sukabumi. “Saat itu saya sedang di belakang, di rumah tetangga. Tahu-tahu meledak, batu-batu beterbangan. Satu diantaranya ke rumah Pak Dodi. Bersyukur kami tidak di rumah,” ujarnya yang ditemui di depan rumahnya yang hancur.

Menurutnya, sebagian besar rumah mereka hancur. Termasuk barang-barang yang berada di dalamnya. Semisal mesin jahit, kulkas, televisi, etalase, tempat tidur dan lainnya. “Mesin jahit untuk kursus itu mata pencahrian saya. Semua hancur, tersisa sedikit bagian musala,” katanya. Saat kejadian, dirinya melihat sejumlah warga berlarian ketakutan.

Warga lainnya, Khalid, menaksir kerugian materi yang dialami keluarganya sekitar Rp800 jutaan. Selain itu, mereka juga masih mengalami trauma karena peristiwa tersebut. “Bukan waswas lagi, kejadian begini kami jadi takut. Kalau pun rumah dibangun di sini, enggak mau lagi. Anak-anak pada takut,” ujarnya.

Menurutnya, kini untuk sementara waktu mereka mengungsi di rumah orangtuanya yang berada di wilayah setempat. Meski peristiwa itu bukan pertama kali, tetapi kerap kali terjadi longsor-longsor kecil. (gan)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button