KARAWANG

Sejuta Harapan untuk Karawang

TAMAN BACA: Anak-anak sekitaran kolong jembatan Karawang Barat mengikuti kegiatan Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Karawang.

KARAWANG, RAKA – Tepat pada tanggal 14 September 2020, Karawang menginjak hari jadinya dan memasuki usia ke-387 tahun. Dalam momen ini tentunya banyak harapan dari masyarakat Karawang.

Salah satunya adalah Dewi Murni (20), mahasiswa asal Kecamatan Cilebar, baginya Karawang adalah kota yang penuh dengan kehangatan karena menjadi sebuah rumah yang hangat, tak terkecuali bagi para perantau atau pendatang.

Menurutnya kota ini tumbuh menjadi kota yang terbuka, ramah, dan damai sehingga menciptakan sebuah kehangatan. Selain itu, arti hangat itu sendiri juga memiliki korelasi dengan cuaca yang menjadi ciri khas Karawang “Kota Hareudang” namun itu adalah sebuah anugerah kehangatan dari Tuhan untuk Karawang. “Sebagai pribumi kota Karawang, tentu harus ingat dengan kota kelahiran, sejauh apapun pergi dari kota Karawang, jangan lupa pulang, karena Karawang adalah kota yang menjadi rumah terhangat bagi rakyatnya,” ucapnya kepada Radar Karawang.

Hal yang akan selalu diingat dan dirindukannya dari Karawang adalah nada atau cara bicara masyarakatnya yang kerap dikenal heuras genggerong. Julukan itu menjadi sebuah ciri unik dan menggambarkan jati diri orang Karawang yang ketika berbicara selalu lugas, tegas, dan keras. Namun, meski begitu, orang Karawang tetap gemah ripah loh jinawi yang berarti tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Dikatakannya kemakmuran akan membuahkan ketentraman lahir batin dan membuat sejahtera.

Dewi berharap kedepannya Karawang menjadi kota yang lestari meksi dikelilingi oleh industri. Menurutnya aset terbesar di dunia adalah alam oleh karena itu Karawang harus bisa menjadi kota yang terjaga, bersih, nyaman, dan indah. “Dengan kelestarian tersebut Karawang akan tumbuh menjadi kota yang rimbun, dan rumpun,” ujarnya.

Nurul Ilmi (33) menganggap Karawang sebagai kota kecil yang unik. Berbicara Karawang baginya tak lepas dari nilai sejarah yang menyatu dengan kota itu sendiri, maka tak heran disebut Karawang Kota Pangkal Perjuangan. Kota yang menurutnya juga cocok dengan frasa seribu industri ini menyimpan berjuta cerita di benaknya. Namun tetap yang paling ia rindukan dari kota lumbung padi ini adalah hamparan luas persawahan. “Harapannya Karawang bisa kembali menjadi lumbung padi dan membangun tanpa harus menyampingkan lingkungan,” harapnya yang juga ketua Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) Karawang.

Sementara itu bagi Wawan (22) Karawang bukan sekadar kota dengan banyaknya pabrik, luasnya sawah, ataupun teriknya cuaca. Baginya Karawang adalah kota lahirnya sebuah perjuangan yang menjadi sejarah kemerdekaan. Artinya HUT Karawang harus dijadikan momentum untuk berjuang mengentaskan masalah kemiskinan, lapangan pekerjaan, sumber daya manusia dan hal lainnya. “Yang saya ingat dari Karawang itu banyaknya calo di Karawang, lulusan SMA dan SMK tapi sedikit yang bisa bekerja,” ungkapnya yang tinggal di Lemahabang.

Mahasiswa penerima beasiswa Karawang Cerdas ini berharap istilah pangkal perjuangan tidak sebatas jargon, namun dapat dimanifestasikan dalam tindakan baik itu oleh pemerintah maupun masyarkat. Ia harap masyarkat Karawang kedepan memiliki daya saing yang tinggi bukan hanya skala nasional melainkan skala internasional. (din)

Related Articles

Back to top button