Purwakarta

Seni Domyak, Cara Leluhur Minta Hujan

PURWAKARTA, RAKA – Tak banyak orang yang mengetahui, di salah satu sudut wilayah Kabupaten Purwakarta tepatnya di Desa Pasirangin, Kecamatan Darangdan, terdapat masyarkat yang masih melestarikan seni tradisional yang unik dan merupakan salah satu warisan budaya leluhur.

Di bawah kaki Gunung Burangrang dan bersuhu dingin tersebut, sebuah kesenian tradisional berkembang dan sebagai sebuah ritual khusus (ritus) dengan nama Domyak.

Konon, kesenian Domyak dilakukan masyarkaat setempat sebagai sarana ritual meminta turun hujan disaat musim kemarau. “Sebelumnya nama kesenian tersebut bukanlah Domyak tapi Buncis dan di tahun 1980-an hingga kini masyarakat menyebutnya Domyak,” kata Yosi Agustiawan (40), yang merupakan salah satu pegiat dan pemerhati kesenian Domyak di Pasirangin.

Ditambahkan Yosi, dan dikutip dari berbagai sumber, kesenian Domyak bermula dari sebuah kesenian buncis pimpinan Mama Nuria dan Abah Jumanta pada tahun 1980-an di Pasirangin. Domyak adalah akronim atau kirata basa, artinya ari dur, ari rampayak.

Dur adalah bunyi bedug dari salah satu waditra musik pengiring kesenian ini. Rampayak artinya menari. Jadi, ketika ada suara dur dari bedug itu (pemain) langsung menari. Demikian, arti domyak menurut Alm Abah Jumanta salah seorang sesepuh kesenian Domyak yang meninggal sekitar tiga tahun lalu di usianya yang ke 128 itu.

Seni Domyak terkait dengan ritus meminta hujan. Inti ritus ini adalah memandikan kucing yang terlebih dahulu dimulai dengan arak-arakan keliling kampung. “Kucing dimasukkan ke dalam kurungan yang disebut dongdang ucing dan tandu oleh dua orang. Arak-arakan diiringi dengan tetabuhan seperti angklung, dogdog, bedug, kendang, goong, dan sebagainya. Mereka kemudian menuju ke suatu mata air dan kemudian melaksanaka ritual Ngibakan Ucing tadi,” jelasnya.

Ritual dimulai dengan mupuhun, yang dipimpin oleh seorang pemimpin upacara yang disebut Pangasuh (pengasuh). Mupuhun adalah semacam uluk salam, atau dalam peribahasa Sunda diartikan sebagai mipit kudu amit, menta kudu bebeja, ngala kudu menta (meminta izin terlebih dahulu), yang bermakna bahwa jika sesuatu yang akan dilakukan itu haruslah diawali dengan meminta izin dan memohon berkah keselamatan dari Yang Maha Kuasa.

Setelah mupuhun dilaksanakan, pangasuh menyuruh seseorang untuk melantunkan kidung beberapa bait, dan setelah selesai kidung, maka kucing yang ada di dalam sebuah kurungan itu diguyur air, yang disebut dengan ngibakan ucing. “Memandikan kucing mempunyai makna, bahwa kucing tidak pernah mandi dan hal ini adalah sebuah ajaran, bahwa manusialah yang sebaiknya mandi, membersihkan diri,” tutur Yosi yang kesehariaan sebagai GTT di SMPN 4 Darangdan tersebut. (gan)

Related Articles

Back to top button