Setiap Tahun Ada Siswa Tewas karena Tawuran
Utamakan Pembinaan di Sekolah, Barak Militer Opsi Terakhir

radarkarawang.id – Tawuran marak terjadi di Kabupaten Karawang, setiap tahun ada siswa tewas karena tawuran. Namun, penanganan siswa bermasalah ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang lebih efektif dilakukan di lingkungan sekolah daripada langsung mengirim mereka ke barak militer.
Pengiriman ke barak dinilai hanya menjadi opsi terakhir, bukan solusi utama. Hal ini ditegaskan Kepala Seksi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Karawang, Musa Surya Atmaja, menanggapi Instruksi Bupati Karawang No. 188-342/1077/Kesra/2025 yang baru saja diterbitkan.
Baca Juga : Angkot Didorong Kembali Masuk Terminal
“Selama siswa masih bisa dibina di satuan pendidikan, kami akan mengutamakan pembinaan di sekolah. Itu lebih efektif dan efisien,” ujar Musa, Selasa (6/5).
Menurut Musa, guru bimbingan dan konseling (BK) memiliki peran penting dalam mengidentifikasi apakah seorang siswa masih dalam kategori kenakalan remaja atau sudah mengarah pada tindakan kriminal. Jika masih dalam tahap bisa dibina, maka penanganan di sekolah adalah pilihan utama.
“Pengiriman ke barak itu opsi terakhir, terutama jika pelanggaran sudah berat dan berulang, seperti tawuran yang memakan korban jiwa atau keterlibatan dalam geng motor,” jelasnya.
Terlebih menurutnya pengiriman siswa ke barak militer pun harus atas persetujuan orang tua, bukan atas dasar pemaksaan.
“Kalau orang tua tidak mengizinkan, artinya pembinaan tetap dilakukan di sekolah dengan pendekatan lain. Tidak bisa serta-merta dikirim ke barak,” pungkasnya.
Tonton Juga : ADU KUAT SOAL ROYALTI PENCIPTA LAGU
Salah satu kunci keberhasilan pembinaan siswa bermasalah, menurut Musa, adalah kerja sama antara sekolah, orang tua, dan lingkungan.
“Guru itu orang tua kedua. Dengan pendekatan khas guru dan orang tua, hati anak bisa diluluhkan. Jadi bukan langsung kirim, tapi bertahap dan harus melalui koordinasi dengan guru BK, pengawas, hingga orang tua,” ujarnya.
Sementara menurut Musa kondisi di lapangan, tawuran pelajar di Karawang masih marak terjadi di setiap tahun. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, selalu ada korban jiwa. Ironisnya, tawuran ini didominasi oleh siswa SMP, khususnya kelas 2 dan 3. “Biasanya mereka janjian lewat media sosial seperti Facebook,” ungkapnya.
Menanggapi kritikan publik yang menyebut pengiriman ke barak sebagai bentuk ketidakmampuan guru, Musa menyatakan hal itu keliru.
“Guru itu manusia biasa, bukan malaikat, bukan nabi. Mereka mengerami 25 telur, pasti ada yang busuk satu-dua. Tapi sebagian besar tetap bisa dibina,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa guru hanya memiliki waktu terbatas mendampingi siswa di sekolah, sementara pengaruh luar seperti media sosial dan lingkungan rumah lebih dominan. (uty)