
KARAWANG,RAKA- Buntut Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) ricuh, Pemkab langsung mau dirikan SMPN 3 Majalaya. Lahan untuk sekolah sudah tersedia, rencananya tahun depan mulai dibangun.
Seperti diketahui, beberapa hari lalu sejumlah warga berunjuk rasa di depan SMPN 2 Majalaya karena kecewa anak-anaknya tidak diterima di sekolah tersebut. Kepala Disdikpora Karawang, Wawan Setiawan Natakusumah, mengatakan bahwa pembangunan sekolah baru ini merupakan respons konkret terhadap banyaknya orang tua yang anaknya tidak lolos dalam proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 di SMPN 2 Majalaya.
Baca Juga : Diduga Ada Permainan Nilai Rapor, Setiap Mata Pelajaran Hampir Miliki Nilai 100
“Lahannya sudah tersedia. Insya Allah tahun depan mulai dirintis pembangunannya,” ujar Wawan, Kamis (3/7).
Sambil menunggu pembangunan fisik sekolah dimulai, Disdikpora telah menyiapkan solusi jangka pendek berupa rombongan belajar (rombel) rintisan di Desa Kondangjaya, Kecamatan Karawang Timur.
Rombel ini akan menampung sementara sepuluh siswa dari desa-desa irisan sekitar Majalaya yang gagal diterima di SMPN 2 karena kalah bersaing dalam zonasi jarak. Uniknya, rombel ini akan dititipkan di ruang laboratorium komputer SMPN 2 Majalaya, menunjukkan fleksibilitas dan komitmen pemerintah daerah dalam menjawab kebutuhan pendidikan warga.
“Ini bentuk ikhtiar kami agar tidak ada siswa yang putus sekolah hanya karena keterbatasan daya tampung,” jelas Wawan.
Dalam kesempatan itu, Wawan juga menegaskan bahwa proses seleksi SPMB di Karawang telah berlangsung secara digital dan transparan, sehingga tidak memungkinkan adanya intervensi pihak luar. Namun, ia mengingatkan pentingnya pembaruan data kependudukan oleh warga di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil). Pasalnya, sistem SPMB menggunakan data terbaru sebagai acuan penentuan zonasi.
Tonton : ISA WARPS, KETURUNAN MINANG
“Kami temukan beberapa kasus, siswa sebenarnya sudah lama tinggal di wilayah Majalaya, tapi karena kartu keluarganya baru diperbarui tahun lalu, sistem tetap membaca sebagai penduduk baru,” ungkapnya.
Disdikpora Karawang juga mencatat adanya ketimpangan antara jumlah lulusan sekolah dasar dengan daya tampung sekolah menengah pertama negeri. Banyak orang tua yang lebih memilih menyekolahkan anaknya di sekolah negeri, sementara sekolah swasta justru mengalami kekurangan siswa.
“Ini menjadi tantangan tersendiri. Pemerintah daerah tidak bisa menambah sekolah dalam semalam. Tapi kami terus mencarikan solusi terbaik,” kata Wawan.
Wawan berharap masyarakat dapat memahami bahwa sistem SPMB ini merupakan sistem nasional yang berlaku di seluruh Indonesia. Ia menegaskan bahwa tidak ada satu pun pihak yang dapat memanipulasi hasil seleksi.
“Kami tidak tinggal diam. Selain merintis sekolah baru, kami juga siap membantu warga yang merasa kesulitan, selama sesuai dengan aturan dan prosedur yang berlaku,” pungkasnya. (uty)