HEADLINEKARAWANG

Sulit Tanpa Orang Dalam

  • Lulusan 2018 Belum Terserap Industri

KARAWANG, RAKA – Lapangan kerja masih jadi persoalan di Karawang, masih banyak lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) tahun 2018 belum terserap dunia kerja.

Tidak adanya koneksi di dalam perusahaan dan uang pelicin, disinyalir menjadi salah satu faktor sulitnya mencari pekerjaan di Karawang. Hal ini, dirasakan Muhammad Alwi Riyadi (19). Pemuda asal Jatirasa Kelurahan Karangpawitan mengatakan, sejak ia lulus SMK pada tahun 2018 lalu, sudah beberapa kali mengikuti tes dan mengirimkan lamaran kerja. Namun usahanya hingga saat ini belum membuahkan hasil. “Lulusan tahun 2018. Belum pernah kerja. Kalau melamar sudah beberapa kali,” kata Alwi, saat berbincang dengan Radar Karawang, Selasa (20/8).

Menurutnya, diterima kerja di perusahaan tanpa melaui kenalan atau istilah orang dalam nampaknya menjadi suatu kemustahilan di zaman sekarang. Karena hampir setiap temannya bisa mendapatkan kerja karena melalui orang dalam dan mengeluarkan sejumlah uang. “Harus pakai ADM gitu kalau sekarang. Katanya sekitar Rp5 jutaan,” ujarnya.

Ia berharap, pemerintah daerah bisa memberikan kesempatan bagi para pencari kerja untuk tidak harus memakai uang, agar bisa diterima kerja. “Kalau orang PT pasti tidak mungkin minta. Ini pasti oknum,” ucapnya.

Syarat tak tertulis adanya koneksi orang dalam perusahaan, diakui oleh salah seorang HRD perusahaan di Karawang yang enggan disebutkan namanya. Menurutnya, adanya koneksi menjadi salah satu faktor diterimanya kerja di perusahaan. Meskipun informasi lowongan kerja diumumkan secara terbuka, itu hanya formalitas saja. “Zaman sekarang mah susah kalau tidak punya koneksi. Kalau pun diumumkan itu formalitas saja, tetap nanti yang menentukan adalah orang di perusahaan,” ungkapnya.

Sementara itu, meskipun tak memiliki koneksi di perusahaan, tak membuat Muhammad Dede Kamal (19), pemuda asal Kecamatan Pedes patah semangat mencari kerja. Sejak ia lulus sekolah, sudah beberapa kali mengirimkan lamaran ke sejumlah perusahaan namun belum kunjung diterima. “Kalau langsung ke PT udah sering. Tapi gak pernah ada panggilan. Mungkin lamarannya juga dibuang sama satpam. Padahal setiap ngelamar Rp100 ribu pasti habis. Untuk bensin, biaya bikin lamaran dan lain-lain,” ujarnya.

Dikatakannya, mengikuti tes di Disnaker merupakan usaha ke sekian kalinya. Namun usaha itupun tetap belum membuahkan hasil. Pada pengetesan PT Toyota ia juga mengikuti namun gagal. “Tadi yang ikut tes ada 300 lebih. Disaring menjadi 165 orang. Saya tidak lulus karena namanya tidak ada,” ungkap Dede, setelah memastikan namanya tidak ada dalam daftar calon tenaga kerja yang bisa mengikuti tes lanjutan.
Sementara Ahmad Suroto mengatakan, setiap hari selalu ada pengetesan dari berbagai perusahaan. Ia akan menghubungi atau menginformasikan melalui website Disnaker. “Kita kan punya database pencari kerja. Jadi kita infokan melalui web. Sekarang Toyota lagi rekrutmen,” ucapnya.

Suroto memastikan, rekrutmen tenaga kerja melalui Disnaker tidak dikenakan biaya, kalaupun ada itu bukan di Disnaker dan itu di luar kendalinya. Ia juga mengingatkan kepada pencaker, agar tidak tergiur untuk mendapatkan kerja melalui jalur belakang. “Itu di luar jangkauan kami. Makanya kami ingatkan jangan tergiur. Ikuti saja proses yang ada di Disnaker. Kalaupun sesuai dengan standar perusahaan pasti diterima,” paparnya.

Suroto menyebut, setiap tahun sekitar 5.000 yang terserap. Tahun 2018 lalu ada 28.400 lulusan SLTA. Untuk tahun ini, ada 28.900 lulusan SLTA, yang sudah terserap 500 orang. Hanya saja dia belum memiliki tambahan berapa yang sudah terserap dunia kerja. “Tahun 2019 masih berjalan,” pungkasnya. (nce/asy)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button