Menelusuri Gua Lele, Habitat Lele Putih
Satu dari 40 Gua di Gunung Guha
PANGKALAN, RAKA – Masih teringat jelas peristiwa nahas yang dialami oleh 3 mahasiswa Unsika yang meninggal saat melakukan penyusuran Goa Lele di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan. Namun, belum semua masyarakat tahu tentang keberadaan gua ini dan kenapa disebut Gua Lele.
Wartawan Radar mencoba menggali informasi kepada warga setempat yang mengetahui tentang seluk beluk gua tersebut. Kamis (26/12), saya bersama Ujang Nur Ali, warga Kampung Citaman yang memandu perjalanan menuju Gua Lele siang itu bertolak dari Kantor Kepala Desa Tamasari.
Ia mengajak serta istri dan dua anaknya. Lokasi Gua Lele berjarak sekitar 3 KM dari kantor kepala desa, sejauh 2 KM di Jalan Raya badami-Loji ke arah selatan, sisanya kita masuk ke Gang Melati II. Perjalanan kami tempuh selama 13 menit, perlu diingat sebagian kondisi Jalan Gang Melati II ini rusak parah dengan kontur jalan yang menanjak.
Gua lele ini letaknya tepat disamping kiri jalan, sedangkan di seberangnya terdapat bukit kecil dengan sebaran bebatuan besar. Secara administratif, Goa Lele masuk ke dalam wilayah Kampung Taneuh Bereum, letaknya sekitar 200 meter dari pemukiman penduduk di RT O2, di situlah saya bertemu dengan Berlin (68), warga setempat yang akan menjelaskan tentang Gua Lele. Lelaki kelahiran tahun 1951 ini telah tinggal di kampung tersebut seumur hidupnya.
Dari perbincangan saya dengan Berlin dan Ali, diketahui Gua Lele merupakan 1 dari sekitar 40 gua yang ada di bukit yang diberi nama Gunung Guha. Nama Lele atau orang lain juga mengenalnya dengan Cilele karena di dalam gua tersebut merupakan habitat ikan lele putih. Diceritakan berlin, masyarakat setempat tak jarang menuruni gua tersebut untuk menangkap lele dan mengembangbiakanya di rumah, sayangnya lele tersebut hanya bertahan hidup di luar gua selama 2 atau 3 hari.
Berbicara tentang Gunung Guha, semua gua yang ada dibukit tersebut dinamai berdasarkan ciri khas yang mudah diingat. Misalnya Gunung Bau, dinamai demikian karena di gua tersebut terdapat banyak walet yang kotorannya menimbulkan bau tidak sedap. Selain itu ada Gua Cinyurupan yang dinamai demikian karena gua tersebut merupakan tempat masuknya semua mata air melalui aliran sungai bawah. “Gua Citamiang karena di mulut guanya ada pohon tamiang yang membelit,” tutur Belin.
Mengenai kontur, sebagian besar gua di Gunung Guha merupakan gua horizontal dan sebagian besar pula kedalamannya tidak terlalu panjang. Namun terdapat 2 gua yang berbentuk vertikal yakni Gua Sumur dan Gua Lele. Perbedaannya adalah lubang Gua Sumur cenderung lurus hingga pantas saja dinamai Sumur, sedangkan Gua Lele dari mulut gua hingga dasar gua memliki kontur yang berliku-liku dan sempit.
Perlu diketahui, kontur Gua Lele ini tidak sekadar memanjang kebawah, melainkan setelah sampai pada dasar gua terdapat terdapat sungai selebar kurang lebih 10 meter yang pada akhirnya bercabang 3, ujung masing-masingnya berada di Kampung Citaman, Pangapuran, dan Kiara Payung. Secara vertikal Gua Lele memiliki kedalaman sepanjang 64 meter, sedangkan secara horizontal panjang gua mencapai 940 meter. Hal itu disampaikan oleh Ali berdasarkan informasi hasil penelitian kawasan bentang alam karts Pangkalan pada tahun 2015 lalu oleh Kementerian ESDM. “940 itu cuma sampai ujung yang paling sempitnya saja, belum termasuk cabang aliran sungai,” ujar Ali.
Masih tentang Gua Lele, Berlin mengatakan sebenarnya tidak ada hal mistis mengenai Gua Lele, hal mistis malah terdapat di Gua Cinyurupan yang kerap menjadi tujuan ziarah. Masyarakat sekitar juga kerap menuruni Gua Lele tapi tetap memperhatikan waktu dan cuaca untyuk menjaga keselamatan. “Kalau orang sini masuk ke gua tuh pagi, itu juga kalau lagi musim kemarau,” pungkasnya. (cr5)