Uncategorized

Produksi Arang Mekarmulya Masih Bertahan

PRODUKSI : Proses produksi arang di Desa Mekarmulya, Kecamatan Telukjambe Barat masih bertahan di tengah perkembangan teknologi.

TELUKJAMBE BARAT, RAKA – Arang yang menjadi produk unggulan kecamtan Telukjambe Barat masih berjalan baik sampai 2020 ini. Produksi arang ini terdapat di Kampung Leuwisisir dan Kampung Rancapaku, Desa Mekarmulya. “Ya lumayan banyak, ada 30 orang mah,” terang Agus (47), salah satu pelaku usaha produksi arang di Kampung Leuwisisir.

Agus menceritakan, ia berkecimpung di usaha produksi arang ini sejak tahun 2004, namun saat itu ia memproduksi di Jakarta. Pada tahun 2017 para pengusaha arang menjadi korban penggusuran, ia dan rekan-rekannya pulang kampung ke Desa Mekarmulya dan melanjutkan usahanya. “Ya kalau disini mah udah 4 tahunan,” ujarnya.

Ada 2 jenis arang yang diproduksi oleh Agus, yakni arang kayu dan arang batok. Bahan baku arang kayu ia dapatkan dari sisa pembuatan palet kayu dengan harga Rp300 ribu perkolbak. Sedangkan bahan baku arang batok kelapa ia dapatkan dari beberapa pasar di Karawang dengan harga Rp25 per karungnya. Harga jual arang kayu yakni Rp50 ribu per karungnya, sedangkan arang batok dijual Rp30 ribu per karung. Meski demikian, ukuran karung untuk arang kayu lebih besar ketimbang ukuran karung untuk arang batok, dapat dikatakan arang batok memiliki harga jual yang lebih tinggi. “Arang batok lebih mahal, kan bahan bakunya juga lebih mahal, terus dia memang lebih awet,” terangnya.

Ia juga menuturkan, sejauh ini usaha arangnya berjalan lancar tanpa kendala. Produksi arangnya ini dipasarkan ke Jakarta kepada pelanggannya dulu. Mengenai jumlah produksi dan omset perbulannya ia tidak bisa memastikan karena tergantung pesanan. Namun diakuinya terkadang tidak bisa memenuhi semua pesanan.

Ia sendiri dalam sehari bisa melakukan 2 kali pembakaran, pagi dan sore hari. Biasanya membutuhkan waktu 6 jam untuk setiap pembakaran bahan baki sampai matang menjadi arang. “Kendalanya paling kalau lagi bakar batok itu asapnya lebih perih karena batoknya mengandung minyak,” ucapnya.

Meski arang di desa ini menjadi produk unggulan daerah, namun tidak pernah ada kerjasama dari BUMDes setempat misalnya untuk bantuan modal. “Saya malah baru dengar ada yang namanya BUMDes,” pungksanya. (cr5)

Related Articles

Back to top button