Uncategorized

Terbebani Finger Print

TELAGASARI, RAKA – Mulai 3 Februari 2019, Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 soal tatap muka guru PNS 40 jam per minggu di sekolah diberlakukan. Bolos sehari saja, sertifikasi terancam disunat pemerintah pusat.

Menyikapi kebijakan itu, para kepala sekolah berburu mesin finger print yang akan digunakan sebagai alat perekam kehadiran para guru PNS di sekolah. Walaupun dengan mengandalkan dana talangan jutaan rupiah, pengadaan barang tersebut diburu masal para penghuni sekolah. Namun, barang sudah ada, muncul persoalan lain. Kepala sekolah harus mengeluarkan biaya agar finger print terkoneksi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) SD Kecamatan Telagasari Heru Firdaus mengatakan, selain pengadaan mesin finger print, pihak sekolah juga harus mengeluarkan biaya agar alat tersebut terkoneksi dengan Kemendikbud. “Barang sudah ada, nempel pula. Ternyata si penyedia gak bisa koneksikan langsung ke kementerian. Ya kita harus pikir ulang lagi biayanya,” katanya kepada Radar Karawang, kemarin.

Staf Koordinator Wilayah Kecamatan Pendidikan (Koorwilcambidik) Kecamatan Telagasari Agus Wahyudi mengatakan, harga mesin finger print Rp3,5 juta, dibeli menggunakan dana talangan, karena baru dianggarkan dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) tahun 2019, menggunakan Biaya Operasional Sekolah (BOS) triwulan pertama. “Finger print sudah beli semua di 32 SD walau pake dana talangan, cuma belum ngelink saja ke kementrian,” ujarnya.

Ia melanjutkan, para kepala sekolah tidak mau membayar lisensi diluar dana pembelian paket finger print Rp3,5 juta, yang besaran biayanya Rp950 ribu. Artinya harga mesin finger print itu, harus sepaket dengan biaya lisensi. “Jika tanggal 3 Februari masih belum juga konek, para kepsek khawatir sertifikasi berpengaruh,” katanya. (rud)

Related Articles

Back to top button