Purwakarta
Trending

Timses Bupati Kuasai Proyek Pembangunan

Termasuk Pengadaan Jasa di Pemkab

PURWAKARTA, RAKA – Aroma ketidakadilan kembali menyeruak di lingkup proyek pembangunan Kabupaten Purwakarta. Sejumlah pemborong lokal mengaku sulit mendapatkan pekerjaan karena dugaan adanya dominasi kelompok tertentu yang disebut-sebut sebagai tim sukses Bupati.

Menurut penuturan salah seorang pemborong yang enggan disebutkan namanya, hampir seluruh proyek di lingkungan Pemkab Purwakarta dikuasai oleh jaringan yang terafiliasi dengan orang kuat Bupati.

Bahkan, pemborong dari luar daerah pun disebut-sebut hanya bisa masuk melalui rekomendasi mereka.
“Pemborong yang diduga orang kuat Bupati hampir menguasai 70 persen proyek. Setidaknya, ia memiliki sekitar 10 perusahaan jasa yang menggarap hampir semua proyek Pemda. Semuanya dikendalikan oleh tim sukses Bupati,” ungkapnya, Kamis (9/10).

Ia menambahkan, praktik tersebut juga terjadi dalam pengadaan jasa di lingkungan Pemkab Purwakarta, termasuk pembangunan puskesmas di salah satu kecamatan. Bahkan, ada oknum di Bagian Umum Setda Purwakarta yang ikut bermain proyek, baik yang berstatus ASN maupun tenaga honorer.

“Adanya oknum tim sukses yang seperti ini sangat meresahkan dan menjadi polemik dalam pembangunan di Kabupaten Purwakarta,” ujarnya menegaskan.

Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik, Agus M. Yasin, menilai bahwa dugaan monopoli proyek oleh satu kelompok tertentu menimbulkan keresahan di kalangan penyedia jasa. Selain mencederai asas keadilan, hal ini juga mengaburkan prinsip transparansi dalam pengadaan.

“Kondisi seperti ini jelas menimbulkan tanda tanya soal transparansi dan persaingan sehat. Pemerintah seharusnya menjunjung asas kepatutan, keadilan, dan akuntabilitas dalam setiap keputusan,” kata Agus.

Ia menegaskan, praktik dominasi proyek seperti ini kerap berujung pada turunnya kualitas hasil pembangunan serta efektivitas penggunaan anggaran daerah. Proyek yang seharusnya menjadi sarana pelayanan publik justru bergeser menjadi ajang keuntungan pribadi, dan masyarakatlah yang akhirnya dirugikan.

Selain berpotensi melanggar Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, fenomena ini juga mencerminkan kemerosotan integritas birokrasi. Padahal, pejabat publik memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga netralitas dan keadilan dalam setiap proses pemerintahan.

“Jika benar terjadi penyalahgunaan kewenangan atau pengaturan tender, hal itu bisa berimplikasi hukum berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” tegasnya.

Agus menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa tanpa transparansi dan kepatutan, pembangunan daerah hanya akan menjadi formalitas belaka.

“Tanpa kepatutan dan transparansi, pembangunan hanya akan menjadi panggung ketimpangan yang dibungkus rapi oleh formalitas prosedural,” pungkasnya. (yat)

Related Articles

Back to top button