Uncategorized

Trauma Kebakaran

RENGASDENGKLOK, RAKA – Pedagang kelontongan sudah puluhan tahun berjualan di Pasar Rengasdengklok untuk mencukupi kebutuhan hidup. Namun, bagi Barnas (55) warga Kampung Rengasjaya, Desa Rengasdengklok Selatan, Kecamatan Rengasdengklok, pedagang grabahan di Blok E 54/55 Pasar Rengasdengklok, masih trauma dengan tragedi kebakaran pasar beberapa tahun lalu. “Saat terjadi kebakaran tahun 2014, barang dagangan ludes dilahap api,” ujarnya kepada Radar Karawang.

Karena barang dagangan ludes, kata Barnas, dia terpaksa harus meminjam modal ke salah satu bank agar usahanya bisa berlanjut. “Dulu tidak ada bantuan dari pemerintah,” tuturnya.

Ia melanjutkan, sejak peristiwa itu, dia mengaku trauma. Dagangan yang awalnya selalu penuh di kiosnya, kini tidak lagi. “Saya kurangi jumlah dagangan karena khawatir terjadi kebarakan lagi,” tuturnya.

Dia mengaku sudah dari tahun 90an berjualan badeng, seeng, haseupan sampai tusuk satai di pasar tersebut. Sebelum dagang alat-alat masak, Barnas menjual pakaian, namun hanya bertahan dua tahun karena banyaknya penjual baju sehingga penghasilannya menurun. “Saya jual kayak ginian sudah 20 tahun,” jelasnya.

Sedangkan jumlah pelanggan, kata Barnas, semakin menurun. Menurutnya Pasar Rengasdengklok sudah tidak seramai dulu. Jika biasanya setiap hari dapat Rp100 ribu, kini hanya Rp50 ribu.
“Disini sekarang sudah tidak ada keramaian, katanya mau dipindahkan, cuma belum ada realisasi,” ujarnya.

Barnas menginginkan pindah tempat jualan, namun karena tidak ada modal, dia tetap bertahan di tempat tersebut. “Kalau bisa dibantu, adapun kalau dibantu dengan pinjaman, bunganya harus rendah sekali,” pungkasnya. (cr4)

Related Articles

Back to top button