Tukang Traktor Kantongi Uang Rp350.000 Sehari
KERJA MUSIMAN : Tukang traktor menurunkan traktor ke areal sawah yang tanahnya siap diolah.
MALAJAYA, RAKA – Menjelang musim tanam, pengolahan tanah di area pesawahan mulai digarap. Mulai dari suplai air yang cukup, bajak sawah, hingga pembenahan pematang sawah untuk meminimalisir lubang tikus.
Di balik itu, kuli bajak sawah mengungkapkan pengalamannya selama bekerja di sawah.
Samsudin (24) misalnya, jelang musim tanam, ia selalu disibukan dengan para petani yang meminta sawahnya digarap untuk dibajak.
Ia yang lebih memilih menghentikan proses belajarnya setelah sering mendapat hasil kerjanya di sawah memang tidak begitu mengerti tentang bagaimana cara mengurus padi hingga bisa dipanen.
Ia mengaku, hanya fokus dalam pengolahan tanah sawah dari mulai datangnya air, bajak awal, hinga tanah siap disemai. “Urusan padi bisa sampai dipanen itu saya hanya ngerti sedikit-sedikit, karena saya hanya kuli membajak sawahnya saja,” ujarnya.
Dalam setiap musim, khususnya untuk saat ini, khusus membajak sawah diupahi Rp350 ribu per hektare. Dalam setiap hari kerjanya, bersama kedua temannya ia bisa menyelesaikan 1,9 hektare saja.
Terkecuali jika pemilik sawah meminta agar diselesaikan, ia terpaksa menginap di tengah sawah dan terus membajak.
Bahkan dalam satu waktu, ia pernah terjebak di tengah sawah dengan kondisi hujan, angin dan petir. Namun menurutnya, itu risiko yang harus ia tanggung sebagai pekerja musiman yang diburu waktu. “Ya mau gimana lagi, risikonya itu mah. Soalnya yang punya sawah minta supaya diselesaikan cepet-cepet,” katanya.
Salah seorang rekannya Sueb mengatakan, jika para pemilik sawah meminta agar segera di selesaikan, para pembajak sawah harus menyelsaikannya. Karena ia pun tidak mau mengecewakan pelanggannya.
Meskipun malam hari, mereka harus siap berjibaku dengan lumpur dan hewan sawah.
Untuk harga satu hektare sawah, sekali membajak memang Rp1 juta, namun hasil itu tidak semua dikantongi, karena harus dibagi dua dengan pemilik traktor dan pembelian bahan bakar. “Kita hanya kebagian Rp350 ribu per hektare, daripada nganggur mending kita garap,” akunya. (rok)