20 Tahun Hidup dari Perahu Eretan
RENGASDENGKLOK, RAKA – Menyeberangi Sungai Citarum, mengeret perahu, bukan pekerjaan gampang. Selain harus memiliki tenaga yang kuat, juga penuh dengan bahaya. Karena bukan tidak mungkin tali eretannya putus, lalu terseret aliran sungai.
Namun agar dapur tetap ngebul, resiko apapun dilakukan oleh pengeret perahu. Barja (35) misalnya. Warga Jayakerta yang sejak tahun 1999 jadi pengeret perahu dari Karyasarai-Teko Pebayuran Bekasi itu, terpaksa bekerja setiap hari sebagai pengeret perahu karena tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakoninya. Maklum, dia juga harus membiayai istri dan dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah. “Dua anak saya tidak dapat bantuan program keluarga harapan dari pemerintah,” ungkapnya kepada Radar Karawang.
Ia melanjutkan, dalam satu hari ada empat orang yang mengeret perahu. Waktu pun dibagi empat shift. Pertama pukul 04.00 hingga pukul 11.00. Shift kedua dari pukul 11.00 hingga 14.00, shift tiga dari pukul 14.00 hingga pukul 17.00. Dan terakhir dari pukul 17.00 hingga subuh. “Penghasilan saya tidak tentu, rata-rata setiap hari dapat Rp50 ribu,” ujarnya.
Penghasil yang diperolehnya lebih banyak dari pengendara motor. Tarifnya Rp2000 sekali nyeberang. “Walaupun kondisi Citarum banjir, namun ada saja yang naik perahu eretan,” katanya.
Menurutnya, agar bisa membawa pulang hasil, dalam kondisi apapun harus tetap mengeret perahu. Walaupun debit air Citarum sedang naik, dan kondisi hujan. “Tidak ada kerjaan lain, tapi kalau ada saya lebih baik kerja yang lain,” pungkasnya. (cr4)