Uncategorized

Anak Muda Tinggalkan Desa

OLAH TANAH : Areal sawah di wilayah Kecamatan Purwasari saat pengolahan tanah. Saat ini yang menjadi petani sangat jarang dari kalangan anak muda, mereka lebih memilih jadi buruh pabrik dengan alasan pendapatannya lebih besar.

Pilih jadi Buruh Pabrik Dibanding Petani

PURWASARI, RAKA – Jauh dari upah minimum kota, pendapat petani penggarap di Kecamatan Purwasari hanya Rp1 juta per bulan. Hal ini berdasarkan hitung-hitungan Oko (34), salah satu petani penggarap di Dusun Tegalamba, Desa Tegalsari, Kecamatan Purwasari.

Oko memaparkan, untuk 1 hektare area sawah rata-rata menghasilkan 6 ton padi saat masa panen. Dari jumlah tersebut seperanam bagian diberikan kepada para kuli panen, sisanya dibagi 2 antara pemilik lahan dan penggarap sawah. “Sisanya kan 5 ton, ya berarti kita kebagian 2,5 ton,” paparnya saat dijumpai di saungnya, Kamis (6/2).

Jika dihitung dalam rupiah, hasil panen setelah dikurangi jatah kuli panen, yakni 5 ton maka senilai Rp25 juta dengan patokan harga padi 500 ribu perkuintal. Kemudian dikurangi biaya kuli tani mulai dari membajak, tandur, dan lainnya sampai tahap akhir masa tanam yang mengeluarkan biaya Rp13,7 juta. Lalu kembali dikurangi biaya pupuk berkisar Rp1,2 juta maka sisanya Rp12,5 juta.

Jumlah Rp 12,5 juta ini kemudian dibagi 2 untuk pemilik sawah dan penggarap, masing-masing mendapatkan laba bersih Rp6,25 juta untuk sekali panen. Sementara itu dalam 1 tahun biasanya hanya 2 kali masa panen, yang berarti laba tersebut untuk keperluan selama 6 bulan. Jika kemudian dibagi kembali, setiap bulannya, penghasilan mereka terbilang hanya berkisar Rp1 juta.

Penghasilan ini tentunya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Oka mengaku harus pintar-pintar mencari pekerjaan sampingan seperti membuka warung atau menjadi kuli tani di lahan sawah garapan orang lain. “Ya buat nabung mah gak ada, tapi alhamdulillah kalau beras mah gak usah beli,” tuturnya.

Meski demikian, ia masih bersyukur, sebab jika dibandingkan dengan para kuli tani yang tidak punya lahan garapan, penghasilannya sedikit lebih baik. Para kuli tani ini dibayar harian dengan nominal yang bergantung pada jenis pekerjaannya. Beda pekerjaan maka beda pula upahnya, misal untuk upah ngarambet mereka dibayar Rp70 ribu per hektare untuk setengah hari. “Ya kalau lihat mereka mah sih lebih kasihan, tapi karena memang sudah pekerjaannya daripada menganggur,” tutupnya. (cr5)

Related Articles

Back to top button