Gatal-gatal, Air Limbah Racuni Petani
MEMBERSIHKAN BADAN: Seorang petani sedang membersihkan anaknya menggunakan air sawah yang tercemar limbah di area pesawahan Dusun Cipancuh, Desa Tegalwaru, Kecamatan Cilamaya Wetan.
CILAMAYA WETAN, RAKA – Warna air yang mengairi sawah di Dusun Cibosok, Desa Pinangsari, Kecamatan Ciasem, Subang, yang digarap petani Dusun Cipancuh, Desa Tegalwaru, Kecamatan Cilamaya Wetan, sudah lama menghitam. Kadang berwarna putih dan berbaut pekat. Tidak ada yang bisa dilakukan para petani, karena air dari Kali Cilamaya adalah sumber air satu-satunya untuk mengairi sawah mereka.
Satu per satu keanehan muncul. Mulai dari hilangnya ikan-ikan yang biasa muncul di sela-sela padi. Hingga hama tikus yang tidak kelihatan batang hidungnya. Namun yang paling membuat petani menderita adalah, kulit mereka kerap gatal-gatal setelah terkena air sawah.
Petani Dusun Cipancuh Warnita mengatakan, untuk menyuplai air ke sawah garapannya yang sudah memasuki wilayah Subang ini, dia harus menggunakan air limbah Kali Cilamaya. Alasannya tidak ada lagi sumber air yang bisa dimanfaatkan. Namun, sekian lama mereka menggunakan air limbah Kali Cilamaya, areal pesawahannya hampir tak pernah diserang hama, khususnya tikus. “Sisi negatifnya jelas dirasakan. Pertama baunya, gatalnya, dan pertumbuhan padi juga lamban. Tapi sisi positifnya gak pernah ada tikus, mungkin boro-boro tikus, kita juga kebauan,” ujarnya.
Keresahan warga terkait limbah Kali Cilamaya, lanjut Warnita, memang karena baunya ini sangat mengganggu, apalagi kalau dibarengi dengan angin. Namun saat diendapkan sehari di sawah, anehnya pengaruh limbah itu sudah tidak ada. “Kalau sudah sehari diendapkan, mau kita pakai cuci muka juga gak apa-apa kok. Pas saya ambil langsung dari kali juga baunya tidak terlalu. Anehnya kalau di atas jembatan atau malam mah itu pasti bau,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Kamad, petani satu dusun dengan Warnita ini mengaku terganggu dengan limbah tersebut. Meski sudah biasa, namun kebiasaanya ini jelas harus diakhiri. Dari beberapa sisi positif yang dia rasakan, sisi negatif jelas lebih banyak dirasakan oleh masyarakat.
Buktinya, ekosistem di Kali Cilamaya saja hampir tidak ada. Ikan yang tersisa hanya ikan sapu-sapu saja, sementara udang galah sudah tak pernah dia temukan lagi. “Liat kali item gitu mah boro-boro mau cari ikan, liatnya juga ngeri,” ucapnya.
Pasalnya, limbah di Kali Cilamaya yang terjadi setiap musim kemarau ini bukan hanya berwarna hitam pekat, kadang-kadang warnanya berubah menjadi putih seperti susu. “Kalau musim hujan itu kan banjir, jadi pas musim kering saja baru ketahuan ada limbah. Kadang item banget, kadang putih. Bukan bening ya. Dan ini harus segera diakhiri,” pungkasnya. (rok)