Mabul Lem Sudah Biasa
Banyak Remaja Kecanduan
TELUKJAMBE TIMUR, RAKA – Fenomena anak dan remaja menghirup lem atau biasa disebut ngelem, saat ini menjadi salah satu ancaman serius selain narkoba.
Kalau biasanya perilaku ngelem ditemukan di kalangan anak jalanan, kini perilaku menyimpang tersebut merambah ke kalangan pelajar. Mereka bahkan sudah terang-terangan ngelem di depan umum.
“Saya kadang khawatir dengan perilaku mereka. Ngelem bahaya bagi anak-anak. Pemerintah harus bisa turun tangan karena mereka sekarang terang-terangan ngelem di depan umum,” ucap Suhendra Priatna, pemerhati sosial dari Universitas Indonesia di Desa Karangmulya, Kecamatan Telukjambe Barat.
“Mereka memang tidak diproses hukum, melainkan dipulangkan ke orang tua masing-masing untuk dibina. Namun siapa yang bisa menjamin mereka tidak kembali ngelem bila sudah kecanduan,” tuturnya.
Menghirup uap solvent yang terkandung pada lem, kata Suhendra, sama bahayanya dengan narkoba. Efek yang ditimbulkan sama seperti pengaruh narkoba yaitu halusinasi atau sensasi terasa melayang-layang, kesenangan sesaat dan menimbulkan keberanian dan membuat ketagihan.
Itu sebabnya, dalam beberapa kasus kejahatan jalanan, pelakunya ternyata lebih dulu ngelem sebelum beraksi.
Tak banyak orang tua dan anak-anak tahu menghirup uap solvent yang terkandung pada lem, tinner atau cat minyak, pernis, atau bensin secara terus menerus berdampak mengerikan.
Dalam sejumlah penelitian disebutkan, efak uap solvent yang didapat dari kebiasaan ngelem merusak syaraf otak, menimbulkan kebutaan bahkan bisa mati mendadak.
Di sejumlah daerah di Indonesia termasuk di Jakarta, kebiasaan ngelem banyak dilakukan anjal. Penyebabnya lebih kepada persoalan sosial, karena mereka datang dari keluarga broken home, faktor ekonomi yang membuat mereka hidup di jalanan, yang memaksa mereka hidup liar tanpa pengawasan dan tidak tersentuh pendidikan.
“Saya berharap di Kabupaten Karawang jangan sampai hal itu terjadi, butuh kerjasama semua leading sektor agar fenomena ngelem bisa kita minimalisir,” harapnya.
Di era milenial saat ini, kata Suhendra, tugas dan tanggung jawab orang tua menjadi lebih berat, karena pengaruh lingkungan sangat besar terhadap tumbuh kembang anak.
Mau tidak mau, orang tua harus meningkatkan pengawasan terhadap pergaulan anak, menjalin komunikasi yang baik guna memberi pemahaman tentang bahaya yang sedang menghadang mereka.
“Bukan hanya keluarga, semua elemen juga bertanggung jawab memberi pendidikan pada generasi muda, baik guru, tokoh agama, maupun tokoh masyarakat. Bila tidak, zamanlah yang akan mendidik karakter dan moral mereka,” pungkasnya. (yfn)