Uncategorized

Mendulang Rupiah dari Jembatan Bambu Jalan Ronggo Waluyo

ANTRE: Pemuda Kampung Karajan bersiap menarik uang sukarela dari pengendara motor yang akan melintasi jembatan bambu di Jalan Ronggo Waluyo.

Sehari Rp1 Juta

TELUKJAMBE TIMUR, RAKA – Sekitar pukul 15.00, Jumat (29/11), matahari masih cukup terik di Jalan HS Ronggo Waluyo. Deru mesin sepeda motor yang menunggu giliran dan gemuruh lagu dangdut dari speaker aktif berebut tepat di telinga. Satu per satu sepeda motor dari arah timur melintasi jembatan bambu yang tepat berada di samping pembangunan jembatan baru. Sedangkan di sisi barat sepeda motor sabar menunggu, beberapa orang menghampiri para pengendara berbekal sebuah ember, lalu keping demi keping juga lembar demi lembar rupiah masuk ke ember tersebut terjun dari tangan para pengendara.

Sedikit gambaran, di Jalan HS Ronggo Waluyo ini terdapat dua kampus besar di Karawang dengan ribuan mahasiswanya. Belum lagi sekolah-sekolah juga banyaknya perumahan, bisa dibayangkan betapa ramainya jalan tersebut. “Sehari bisa dapat sejuta lebih, gak nentu sih,” ungkap Dendi, salah satu orang yang membawa ember yang saat itu tengah menghitung uang recehan.

Dendi menceritakan, dia dan teman-temannya adalah warga asli Kampung Karajan, Desa Telukjambe, Kecamatan Telukjambe Timur. Merekalah yang berinisiatif membuat jembatan bambu. Alasannya agar warga tak perlu memutar ke Jalan Galuh Mas. Mereka dibagi menjadi delapan grup yang setiap dua jam bergantian selama 24 jam untuk mengatur lalu lintas di jembatan bambu, tentunya sambil membawa ember. “Kalau awal-awal mah seorang bisa kebagian sampai Rp400 ribu, kalau sekarang paling Rp200 ribu, disetor ke kas Rp70 ribu setiap kali kebagian jaga, kita juga ngasih buat Babinsa,” tuturnya.

Ia memaparkan, jembatan bambu yang dibangun berbarengan mulainya proyek pembangunan jembatan baru sejak Agustus lalu, itu memakan dana lebih dari Rp2 juta, sumbangan dari seorang pengacara yang juga warga di lingkungan tersebut. Lebih lanjut ia menceritakan, ada Satpol PP Karawang kota yang mendatangi mereka untuk meminta jatah, namun mereka menolak untuk memberi. “Dishub juga pernah ke sini mau nutup, tapi kita bilang urusannya langsung sama pengacara yang modalin saja, kelanjutannya gak tahu gimana. Tapi sampai sekarang gak jadi ditutup,” bebernya.

Masih dikatakannya, tujuannya dibangunnya jemabatan bambu ini jelas untuk membantu para pengendara, kasihan kalau mahasiswa atau anak sekolah mesti mengambil jalan yang jauh. Adapun uang sumbangan yang dipinta dari pengendara dikatakannya seikhlasnya saja, meski dia sendiri kerap berteriak dua ribu kepada para pengendara. Atau sesekali dia berteriak pada temannya “kembalian 8 ribu” jika ada pengendara menyodorkan selembar uang Rp10 ribu.

Yara Retno (25) pengendara motor mengatakan, pengendara yang tinggal di Perumahan Pemda ini tidak mempermasalahkan sumbangan yang dipinta. Malah ia juga merasa terbantu dengan kehadiran mereka. “Ya biasa saja sih, baik juga, selama jalan ini sedang diperbaiki,” tuturnya.
Heru Suherman, ketua RW 08 Kampung Karajan yang juga ikut meminta sumbangan mengatakan, jembatan tersebut selalu dirawat setiap minggunya, jika ada bambu yang rusak segera diperbaiki atau diganti.”Jembatan tersebut aman untuk dilewati sepeda motor,” katanya.

Adapun uang hasil pungutan, diakuinya memang dibagikan kepada orang-orang yang bertugas mengatur jembatan tersebut, sisanya dimasukkan ke dalam uang kas. Dari uang kas tersebut ada yang dialokasikan untuk aparat desa setempat sebagai uang rokok, sisanya disumbangkan kepada musala, masjid, dan kegiatan peringatan hari besar Islam. “Kemarin di musala itu buat beli sajadah yang panjang, di masjid buat ngebor pasang jetpam, ibu-ibu adain muludan juga minta ke sini. Kemarin sempat juga disumbangkian ke anak yatim, nah nanti pas peresmian jembatan baru oleh bupati mau disumbangkan lagi ke anak yatim,” pungkasnya. (cr5)

Related Articles

Back to top button