Nenek Emoy Takut Terselip di Jembatan Bambu
TEGALWARU, RAKA – Warga Desa Kutalanggeng, Kecamatan Tegalwaru berharap dibangunkan jembatan permanen karena jembatan yang menjadi akses penting mereka sering hanyut terseret arus sungai.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Kami berharap ada jembatan permanen di Kampung Cinaga dan Dusun Kopi. Jembatan itu penting buat karena menjadi akses kami sehari-hari,” ucap Sanim (55), ketua RT 014, Minggu (9/12). Sanim mengatakan sebelumnya pemerintah daerah sudah menjanjikan akan membangunkan mereka jembatan.
Saat ini, akui Sanim ada jembatana bambu yang jadi penghubung tapi itupun sudah nyaris ambruk dan berbahaya untuk dilintasi. Sementara setiap harinya sekitar 56 kepala keluarga memanfaatkan jembatan itu. Jembatan diatas Sungai Cicaban itu sebelumnya dibangun warga secara swadaya menggunakan bambu, tetapi selalu hilang terseret arus air arus sungai.
“Warga disini jika hujan dan air sungai meluap seperti terisolir. Jika mau menyeberang ke dusun lain saja sulit dan mesti memutar ke kecamatan Pangkalan lewat Pasar Jati Pangkalan,” ucap Sanim. Ditambahkan Sanim bukan cuma masalah jembatan saja tetapi persoalan jalan tanah dan berlumpur di kampung itupun masih menjadi persoalan.
Sanim sendiri mengakui, memang pernah ada informasi pemerintah akan membangun jembatan permanen. Bahkan sudah dilakukan pemotretan namun sampai sekarang tak kunjung ada tindak lanjutnya. “Beberapa kali kondisi jembatan difoto dan saya tidak tahu dari instansi mana, tapi sampai kini pembangunan belum juga terwujud,” katanya.
Bahkan dirinya pun membeberkan, saat PLT Camat Tegalwaru Udin Samsudin pernah memantau langsung ke lokasi. Bahkan Wakil bupati sendiri bersama pejabat terkaitnya juga pernah meninjau langsung ke lolasi. “Yang saya khawatirkan adalah warga yang sudah tua juga anak-anak yang lintasi jembatan itu,” kayanya.
Emoy (51) nenek asal Kampung Blok Kopi Kulon yang tengah melintas di jembatan bambu mengaku takut. Namun dia tidak bisa menolak karena jembatan itu satu-satu akses untuk bisa keluar kampung. “Pemerintah tidak peduli dengan kami disini. Buktinya kami tetap dibiarkan biarpun setiap harus ketakutan ketika menyeberangi jembatan. Ya, seperti kayak saya yang sudah jompo, saya takut karena khawatir terselip diantara belahan bambu waktu melintas,” ucapnya.
Ditempat terpisah Yanah (37) menuturkan sekitar 200 jiwa usik di kampung Kampung Cinaga dan Dusun Kopi menggunakan jembatan bambu itu setiap hari. Mestinya dengan jumlah itu sudah cukup bagi pemda untuk memastikan perlunya ada jembatan permanen di wilayah itu. “Pemerintah seolah tutup mata dengan kondisi fasilitas umum disini. Selain warga dewasa, anak-anak kecil yang sekolah di SD bahkan di PAUD pun mesti melintasi jembatan itu,” pungkasnya. (yfn)