Perajin Bambu Terkendala Pemasaran
MEMBUAT KURSI: Manap (42) perajin bambu di Parungsari sedang membuat kursi.
TELUKJAMBE BARAT, RAKA – Potensi ekonomi kreatif di Desa Parungsari, Kecamatan Telukjambe Barat, sebenarnya cukup menjanjikan. Tangan-tangan kreatif warga desa tersebut menghasilkan berbagai macam furnitur berbahan bambu. “Di sini mungkin ada lebih dari 100 perajin bambu, terutama di dusun 1 mulai dari RT 1, RT 2 sampai RT 3,” ujar Manap (42) salah satu warga RT 01 yang juga menekuni kerajinan bambu sejak 2009.
Manap mengatakan, para perajin bambu di desanya didominasi oleh orang dewasa yang sudah berusia lanjut untuk mengisi waktu senggang. Kendala yang mereka hadapi adalah pemasaran hasil kerajinan, selama ini mereka menjajakan sendiri dengan berkeliling ke berbagai tempat dengan sepeda motor. Mereka tidak begitu mengerti teknologi, sedangkan anak muda cenderung lebih memilih kerja di pabrik, hanya segelintir yang berinisiatif memasarkan secara online. “Saya juga kan jualan bambu untuk para perajin, kalau gak ada yang beli ya saya bikin sendiri. Terus kalau sudah jadi bangku gak ada tukang ngider (berkeliling) yang mau ambil, ya saya sendiri yang ngider,” tambahnya.
Perajin lainnya, Ikam Nurzeha (40) memaparkan, kerajinan yang biasa dibuat olehnya adalah kursi, meja, dan dipan bambu. setiap satu furnitur tersebut membutuhkan tiga sampai empat batang bambu, adapun dalam sehari hanya bisa mengerjakan dua furnitur. Furnitur tersebut dijual kepada para pedagang dengan harga Rp100 ribu per buah. “Yang berkeliling orang sini juga, dijual ke luar desa,” terangnya.
Ia menuturkan, kerajinan yang dibuat sehari-hari adalah kerajinan paling standar tanpa adanya motif. Sebenarnya dia bisa saja membuat dengan berbagai motif, model dan perpaduan bahan dengan rotan tapi resikonya kerajinan tersebut akan sulit terjual. Harganya akan cenderung lebih mahal karena memang prosesnya yang lebih rumit. Harga mahal inilah yang membuat para pedagang tidak berani menjajakannya. Kerajinan dengan motif atau model tertentu hanya dibuat jika ada pesanan langsung, beberapa pemesan datang dari luar kota namun itupun terbilang jarang. “Mentok dimodal juga, buat bambu tuh kadang-kadang kita gak ada uang buat belinya. terus kalau kita bikin yang aneh-aneh, agak beda lah pasti mentok di pemasaran, jadi bikin yang biasa-biasa aja lah,” pungkasnya. (cr5)