
radarkarawang.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan puncak musim hujan akan berlangsung mulai November 2025 sampai dengan Februari 2026.
Untuk mengantisipasi bencana, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tetapkan lima wilayah jadi pusat komando bencana.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa hujan kini mulai meluas dari wilayah barat menuju timur Indonesia dan akan terus meningkat intensitasnya dalam beberapa pekan mendatang.
“Kita sedang memasuki periode transisi menuju puncak musim hujan, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang dan petir, terutama di wilayah selatan Indonesia yang mulai terpengaruh sistem siklon tropis dari Samudra Hindia,” ujar Dwikorita, kemarin.
Berdasarkan analisis BMKG, Dwikorita menjelaskan curah hujan tinggi hingga sangat tinggi dengan kisaran di atas 150 milimeter per dasarian berpotensi terjadi di sejumlah wilayah, antara lain Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua Tengah.
Sebagai langkah mitigasi, BMKG bersama BNPB serta unsur terkait sudah melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di Jawa Barat dan Jawa Tengah untuk mengurangi risiko banjir dan tanah longsor.
Di Jawa Barat, operasi berlangsung sejak 25 Oktober hingga 3 November serta berhasil menekan curah hujan hingga 31,54 persen sedangkan di Jawa Tengah mencapai pengurangan 43,26 persen.
“OMC menjadi contoh nyata bagaimana sains dan kolaborasi lintas lembaga dapat langsung membantu masyarakat menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi,” kata Dwikorita.
Ia pun mengimbau masyarakat agar tetap waspada terhadap perubahan cuaca yang bisa terjadi secara mendadak seperti saat hujan lebat turun disertai petir dan angin kencang, masyarakat disarankan untuk menjauhi area terbuka, pohon, atau bangunan yang rapuh. Cuaca terik yang masih terjadi di beberapa wilayah juga memerlukan perhatian dengan menjaga asupan cairan tubuh dan menggunakan pelindung kulit.
Selain itu, Dwikorita menambahkan, kesiapsiagaan terhadap potensi banjir, banjir bandang, dan tanah longsor perlu terus ditingkatkan, terutama di wilayah dengan topografi curam dan daerah aliran sungai.
“Apabila dapat dimitigasi dengan tepat, maka musim hujan dan puncak musim hujan yang diprediksi akan lebih panjang dari normalnya ini, akan menjadi bermanfaat bagi pertanian dan untuk mendukung ketahanan pangan,” paparnya.
Antisipasi terjadinya bencana, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tetapkan lima Kantor Wilayah Gubernur sebagai Pusat Komando (Pusko) penanganan kebencanaan di daerah. Hal ini untuk memastikan sistem tanggap darurat tetap berjalan optimal meskipun terjadi bencana besar.
Langkah strategis ini merupakan bagian dari mitigasi menghadapi peningkatan potensi bencana musim hujan. Selain itu, pusat komando bertujuan mencegah kolapsnya sistem koordinasi jika pusat kota terdampak bencana. Lima lokasi yang dipilih karena pertimbangan geografis dan stabilitas adalah Kota Bogor, Kabupaten Garut, Kabupaten Purwakarta, Kota Cirebon dan Kota Bandung.
Dari lima wilayah ini, Dedi secara khusus menyoroti lokasi Cirebon dan Purwakarta dalam strategi ini. “Kantor gubernur di wilayah ini disiapkan sebagai pusat komando cadangan jika terjadi bencana besar, hasil analisis menunjukkan bahwa Cirebon dianggap sebagai lokasi paling aman untuk pusat komando, sedangkan Purwakarta dinilai memiliki kondisi yang cukup stabil,” katanya.
Dedi menegaskan bahwa inti dari kesiapsiagaan bukanlah hanya respons setelah kejadian, melainkan pencegahan dan kesadaran sebelum bencana. “Hal terpenting bukan hanya merespons setelah bencana terjadi, melainkan bersiap sejak sebelum bencana datang,” tegasnya.
Dedi menyoroti secara tajam masih lemahnya kepercayaan publik terhadap peringatan dini yang disampaikan BMKG dan lembaga terkait dan menyerukan perubahan pola pikir masyarakat, dari abai menjadi siap siaga.
“Budaya siaga harus dibangun, jangan menunggu bencana terjadi baru meyakini peringatan dini, meyakini ilmu dan data merupakan wujud dari iman sekaligus bentuk ikhtiar,” ungkapnya.
Dedi menegaskan bahwa penanganan bencana perlu dilakukan secara terpadu. “Jawa Barat tidak bisa diselesaikan oleh satu lembaga, seluruh elemen, mulai dari TNI, Polri, Basarnas, hingga para relawan, perlu berkoordinasi dan bergerak bersama untuk melindungi masyarakat,” ujarnya.
Sinergi total ini disambut baik oleh Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol. Rudi Setiawan. Kapolda mengatakan bahwa lebih dari 2.500 personel gabungan dari Polri, TNI, BPBD, pemerintah daerah, serta relawan dikerahkan dalam apel kesiapsiagaan tersebut.
“Kerja sama ini menunjukkan bahwa tanggung jawab terhadap kesiapsiagaan bencana harus dipikul bersama, kita harus bergerak dari mitigasi hingga penanganan pasca bencana dengan cepat,” imbuhnya.
Sebelumnya, Bupati Karawang, Aep Syaepuloh, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam melindungi masyarakat dari ancaman bencana alam yang setiap tahun menjadi tantangan tersendiri bagi daerah lumbung padi ini.
“Sinergi TNI-Polri bersama Pemkab Karawang, lengkap dengan tim rescue yang siaga di lapangan, menjadi kekuatan besar bagi masyarakat. Dengan kebersamaan, kita bisa bergerak cepat dan tanggap saat bencana datang,” kata Aep,saat Apel Kesiapan Tanggap Bencana di Lapangan Mapolres Karawang, Rabu (5/10).
Aep mengapresiasi langkah Polres Karawang yang terus berinovasi dalam memperkuat kemampuan tanggap darurat, salah satunya dengan pemanfaatan drone laut milik Sat Pol Airud yang mampu mendeteksi kondisi perairan secara real time.
“Teknologi seperti ini sangat membantu, terutama dalam pemantauan wilayah rawan banjir. Kami ingin kesiapsiagaan di Karawang bukan hanya soal personel, tapi juga didukung dengan peralatan modern,” tambah Aep.(rbg/rk)



