
radarkarawang.id – Jumlah warga miskin di Kabupaten Karawang mengalami sedikit kenaikan. Berdasarkan rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2024 terdapat 187,77 ribu warga Karawang miskin atau setara dengan 7,86 persen dari total populasi 2.554.384.
Angka ini naik 540 orang dibanding Maret 2023 diangka 187,23 ribu orang, meskipun persentasenya menurun 0,01 persen poin.Menurut Prima Rudiansah, anggota Tim Statistik Sosial BPS Karawang, angka tersebut mencerminkan realitas kompleks di lapangan.
Baca Juga : BOPF DTA Naik jadi Rp153 Ribu per Siswa
“Kita memang lihat dari sisi persentase turun, tapi secara absolut jumlah penduduk miskin justru bertambah,” ujar Prima saat ditemui di Kantor BPS Karawang, Jumat (16/5).
Ia menambahkan, kenaikan Garis Kemiskinan (GK) juga jadi indikator penting. “Pada Maret 2024, Garis Kemiskinan di Karawang naik menjadi Rp597.345 per kapita per bulan, dari sebelumnya Rp555.889. Artinya, kebutuhan dasar semakin mahal,” jelasnya.
Prima menjelaskan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan, yakni inflasi di Jawa Barat, yang mencapai 3,48% year on year per Maret 2024.
Kemudian, kenaikan harga komoditas pokok selama maret 2023 sampai maret 2024, mulai dari beras naik 20,26%, telur ayam naik 11,85%, cabai merah melonjak 51,87% secara year on year.
Tonton Juga : DIPECAT MARINIR, JADI TENTARA BAYARAN RUSIA
Kesenjangan pengeluaran semakin melebar, dimana indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik menjadi 1,18, dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik menjadi 0,28 pada periode Maret 2023 sampai Maret 2024.
“Peningkatan nilai indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin bergerak sedikit menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin menjadi lebih lebar,” tegas Prima.
Sementara itu, berdasarkan laporan terbaru BPS Provinsi Jawa Barat, tingkat inflasi April 2025 tercatat sebesar 1,67% (year on year).
Agus Rosidi, dari Tim Distribusi Harga BPS Karawang, menyampaikan bahwa lonjakan harga terutama terjadi pada kelompok perawatan pribadi dan pendidikan.
“Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya mencatat kenaikan tertinggi sebesar 11,65%, disusul pendidikan yang naik 2,58%. Komoditas seperti emas perhiasan, sabun cair, parfum, dan biaya pendidikan berkontribusi signifikan terhadap inflasi,” ungkap Agus.
Ia menambahkan, meskipun beberapa komoditas seperti daging ayam, tomat, dan beras mengalami penurunan harga, namun dampaknya tidak cukup untuk mengimbangi lonjakan di kelompok lain. “Inflasi ini memang tampaknya ringan, tapi sangat terasa oleh masyarakat bawah karena menyentuh kebutuhan sehari-hari,” ujar Agus
Agus sepakat bahwa intervensi harga dan program bansos perlu terus diperkuat. “Program seperti PKH, BPNT, BLT El Nino, dan PIP yang sudah berjalan perlu disertai penguatan pendapatan masyarakat,” ujar Prima.
Agus menambahkan, pentingnya upaya pengendalian harga terhadap komoditas pangan strategis yang sangat sensitif terhadap daya beli masyarakat miskin. “Stabilisasi harga bahan pokok seperti beras dan telur sangat krusial dalam menjaga daya beli kelompok rentan, terutama menjelang musim paceklik,” tutup Agus. (uty)