RadarKarawang.id -Karawang salah satu daerah lumbung penghasil korban perdagangan orang atau trafficking. Buktinya, 111 pembuatan paspor ditolak karena dicurigai terkait perdagangan orang.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Karawang, Petrus Teguh Aprianto mengatakan Kantor Imigrasi Karawang juga telah menolak 111 permohonan paspor,
karena dicurigai terkait dengan tindak pidana perdagangan orang.
Menurut dia, sebanyak 111 pembuatan paspor ditolak karena terindikasi akan menjadi calon pekerja migran Indonesia non-prosedural.
Sebab para calon pemegang paspor tidak bisa memberikan alasan pembuatan paspor dengan jelas. “Saat wawancara, petugas mencurigai paspor tersebut akan digunakan untuk bekerja secara ilegal,” katanya
Di sisi lain, Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Kabupaten Karawang, Jawa Barat menerbitkan 54.303 paspor sepanjang Januari hingga Desember 2024.
“Animo masyarakat meningkat. Ini terjadi karena paspor itu masa berlakunya 10 tahun, kalaupun belum ada rencana keluar negeri bisa buat jaga-jaga dengan memiliki paspor tersebut,” katanya.
Baca juga: Dapodik Dikunci, PPPK Diangkat PNS
Ia menyampaikan bahwa penerbitan paspor ini terbagi ke dalam tiga jenis, yakni paspor non-elektronik 48 halaman, paspor non-elektronik 24 halaman dan paspor elektronik 48 halaman.
Untuk paspor non-elektronik 48 halaman yang telah diterbitkan sebanyak 31.413, paspor non-elektronik 24 halaman sebanyak 3.476, dan paspor elektronik 48 halaman 19.414.
Menurut dia, di antara tujuan penerbitan paspor didominasi oleh wisatawan dengan tujuan traveling (berwisata). Kemudian ada juga paspor yang diterbitkan atas pengajuan untuk umrah.
Selain itu ada juga dengan alasan pembuatan paspor untuk keperluan bekerja formal, haji, melanjutkan studi, pekerja migran Indonesia dan ada juga yang beralasan untuk berobat.
Modus Perdagangan Manusia
Perdagangan manusia di zaman modern dilakukan dengan sejumlah modus. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Pengiriman TKI ke luar negeri tanpa adanya dokumen resmi. Sebagian bahkan memalsukan dokumen resmi dengan dalih kegiatan legal, misalnya misi budaya.
Penempatan kerja di dalam negeri untuk dieksploitasi secara seksual.
Penyelenggaraan perkawinan berbatas waktu tertentu sebagai cara legalisasi hubungan seksual dengan kompensasi finansial,
contohnya berupa kawin kontrak antara pekerja asing dengan perempuan Indonesia.
Penyelenggaraan perkawinan antarnegara melalui pesanan, yang mana pihak perempuan tidak mengetahui kondisi dari calon suaminya.
Tonton juga: Pulau Kunti Terlarang Bagi Manusia
Perekrutan anak-anak menjadi pekerja di jermal (bangunan tempat mencari ikan di daerah pantai)
dengan upah yang minim dan kondisi kerja yang mengancam kesehatan, mental, dan moral.
Pengangkatan bayi tanpa proses yang benar. (psn)