HEADLINEKARAWANG

Simulasi Pemilihan Umum Gerindra Salip PDIP

KARAWANG,RAKA- Sejak beberapa pemilu terakhir, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selalu mendominasi hasil pemilu. Namun, di pemilu 2019 ini, ada kemungkinan PDIP disalip oleh Partai Gerindra. Hal ini terungkap dari hasil simulasi pemilu yang dilakukan Radar Karawang, Kamis (31/1) lalu.

Ada 1.000 surat suara yang disebarkan tim Radar Karawang ke wilayah Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta. Di Karawang, 750 surat suara disebarkan ke sejumlah titik secara acak, seperti di wilayah Karawang Kota, Pasar Johar, Terminal Cikampek, Klari, Cilamaya, Pasar Wadas, Pasar Rengasdengklok, Rawamerta, serta tiga sekolah menengah atas. Ada 509 surat suara sah, 152 blanko dan 89 tidak mau memilih.

Ada yang menarik dari hasil simulasi ini, PDIP yang selama ini dominan, disalip Gerindra yang meraih 127 suara dan Golkar meraih 87 suara. Sementara PDIP meraih 75 suara. Disusul PKB 45 suara, Nasdem 45 suara dan Demokrat 37 suara. Sementara itu, Perindo yang merupakan pendatang baru, mampu meraih 32 suara mengalahkan PKS yang hanya meraih 16 suara, PAN 15 suara dan PPP 9 suara. Sementara parpol lainnya relatif minim, seperti Garuda 3 suara, Berkarya 5 suara, Hanura 4 suara, PBB 4 suara, PKPI 4 suara dan PSI 1 suara.

Sedangkan di Purwakarta pemungutan suara dilakukan di wilayah Purwakarta Kota, Jalan Baru Maracang, Pasar Plered, Sukatani serta dua sekolah menengah atas dengan menyebar 250 surat suara. Hasilnya, PKB raih 17 suara, Gerindra 24 suara, PDIP 9 suara, Golkar 31 suara, Nasdem 12 suara, Garuda 5 suara, Berkarya 13 suara, PKS 18 suara, Perindo 5 suara, PPP 9 suara, PSI 1 suara, PAN 4 suara, Hanura 7 suara, Demokrat 9 suara, PBB 4 suara dan PKPI 4 suara. Suara sah 172, tidak sah 40 dan tidak mau memilih 38.

Maulana Rifai, S.IP,MA, dosen Ilmu Pemerintahan Unsika menuturkan, dalam politik ada istilah coat-tail effect atau efek ekor jas. Artinya dampak elektoral calon presiden terhadap partai pengusungnya. Merujuk hasil simulasi tersebut, tentu Gerindra mendapat insentif elektoral dari figur Prabowo. Pun demikian sebaliknya Jokowi memiliki insentif elektoral bagi PDIP. “Nah hadirnya Golkar di peringkat kedua jadi temuan menarik. Karena dalam asumsi saya, kedua partai itulah yang sejatinya memiliki potensi unggul dari partai-partai pengusung lainnya,” ujarnya.

Diteruskannya, survei dan atau simulasi adalah metoda untuk membaca fenomena sosial dalam lingkup yang lebih kecil. Itu bisa menjadi penanda atau lampu kuning bagi partai untuk bekerja lebih keras dan berbenah diri dalam meyakinkan hati pemilih. “Karena saya melihatnya sebagai bentuk ketidakpuasan dan ketidakpercayaan publik pada PDIP. Baik di level lokal (Karawang) maupun nasional sebagai pemilik mandat kekuasaan saat ini,” ucapnya.

Maulana menambahkan, insentif elektoral dari figur capres yang diusung, memiliki korelasi karena Gerindra sebagai oposisi. Jika capresnya menang, maka besar kemungkinan peluang itu diraih oleh Gerindra. “Maka dari itu, dalam kontestasi yang diadakan serentak, partai pengusung perlu juga berpikir agar tidak hanya koalisi partai dalam pertarungan pilpres menang, namun juga bisa memperoleh suara untuk para calegnya agar masuk parlemen. Karena parliamentary threshold tahun ini menjadi 4 persen lebih besar dari tahun 2014,” pungkasnya. (acu/asy)

Related Articles

Back to top button