HEADLINE
Trending

Dedi Larang Kades, Ormas Minta THR ke Pabrik

RadarKarawang.id – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melarang pemerintah desa atau pihak mana pun meminta Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pabrik di lingkungan mereka, menjelang Idulfitri.

“Saya tidak mau ada surat yang dibuat oleh desa, dibuat oleh siapa pun datang ke pabrik minta THR. Kenapa? Perusahaan sudah bayar pajak. Jangan dipajakin lagi,” ujarnya dalam pidato acara Sinergitas Pemprov Jabar di Karawang.

Dalam kesempatan itu, dia menyoroti bagaimana pajak yang dibayarkan oleh perusahaan seharusnya digunakan dengan bijak untuk kepentingan masyarakat. Bukan dihabiskan oleh birokrasi untuk kepentingan yang tidak prioritas.

“Kita ini malu sebagai penyelenggara negara. Pajak yang sudah dibayar perusahaan tidak kita belanjakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dihabiskan oleh birokrasi untuk perjalanan dinas, beli baju, kumpul-kumpul rapat-rapat.

Baca juga: Tanah Amblas , Lima Anak Terperosok

Maka Inpres yang dijalankan oleh saya yang melahirkan efisiensi itu sesungguhnya adalah saya ingin menjawab: Pajak yang baik akan saya bayar (dengan) infrastruktur yang baik,” tegasnya.

Dia juga meminta para bupati dan wali kota agar lebih transparan kepada masyarakat terkait sumber pendanaan proyek pembangunan.

“Kalau nanti kita meresmikan pembangunan jalan, sebutkan sumber duitnya dari mana. Misalnya, jalan di desa ini dibangun dari pajak dana alokasi umum dari PPH21, dari PPN yang itu semua dibayar oleh industri yang ada di sekitar kita,” ungkapnya.

Lebih lanjut, gubernur meminta pemerintah daerah untuk memastikan pembangunan di desa-desa yang memiliki pabrik benar-benar terlaksana.

“Pak bupati, lihat di peta, industri itu ada di mana. Tuntaskan seluruh kebutuhan masyarakat di desa yang ada pabriknya.

Tuntaskan air bersihnya, sekolahnya, jalan lingkungannya, rumah rakyat miskinnya. Tuntaskan!” ujarnya dengan nada tegas.

Menurutnya, pemenuhan kebutuhan dasar di desa yang memiliki industri adalah bagian dari menjaga hubungan baik antara masyarakat dan perusahaan.

“Kenapa masyarakat itu marah? Karena pabrik bikin bau, bikin macet, tapi mereka tidak menikmati pajaknya yang ditarik ke pusat, (kemudian) dibagi hasil ke provinsi, kabupaten, kota, tidak terdistribusi menjadi pembangunan prioritas di tempat tersebut.

Sehingga mereka merasa keberadaan pabrik tidak ada manfaatnya,” jelasnya.

Dia menambahkan bahwa kondisi ini sering kali berujung pada masyarakat yang meminta sumbangan kepada pabrik untuk kegiatan desa atau perayaan tertentu.

Seperti kegiatan 17 Agustus dan lain-lain. Ketika permintaan tersebut tidak dipenuhi, timbul konflik antara masyarakat dan perusahaan.

Tonton Juga: Harta Dirut PT Sritex Trilunan Rupiah

Oleh karena itu, gubernur menegaskan pentingnya pemerataan pembangunan agar manfaat dari keberadaan industri dapat dirasakan langsung oleh warga setempat. (psn/rt)

Related Articles

Back to top button