
radarkarawang.id – Ratusan driver ojek online (ojol) yang tergabung dalam aliansi Ojol Karawang Bergerak memadati kantor Pemerintah Kabupaten Karawang, Selasa (20/5). Ojek online merasa dieksploitasi. Potongan tarif terlalu besar sehingga pendapatan mereka kecil.
Aksi ini dipimpin langsung oleh Ketua Presidium Perjuangan Ojek Online Karawang, Guruh Yanuar, yang menegaskan bahwa tuntutan mereka tidak hanya bersifat lokal, tetapi membawa isu nasional yang telah lama dirasakan oleh para driver di seluruh Indonesia. Dalam orasinya, Guruh menyampaikan beberapa poin tuntutan utama, antara lain desakan untuk merevisi aturan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), yakni KP 667 dan KP 1001.
Baca Juga : Pejabat Fungsional Harus Tepat dan Cepat Layani Masyarakat
Kedua regulasi ini dinilai tumpang tindih dan membuka celah eksploitasi terhadap para driver, khususnya dalam skema potongan pendapatan.
“Potongan yang saat ini berkisar 20-30 persen harus dikembalikan ke 10 persen. KP 667 membolehkan pemotongan hingga 15 persen, lalu KP 1001 menambah lagi 5 persen untuk kesejahteraan driver, tapi sejak 2022, kami tidak merasakan manfaat apapun dari tambahan potongan itu,” tegas Guruh.
Selain potongan, para driver juga menyoroti rendahnya tarif per kilometer yang berlaku saat ini. Menurut Guruh, tarif batas atas dan bawah di zona 2 hanya berkisar Rp8.000 – Rp12.000, angka yang dianggap tidak mencerminkan biaya hidup layak di wilayah Karawang. Mereka mengusulkan tarif ideal berada di angka Rp14.800 per kilometer.
Tonton Juga : GUNUNG GEDE MARAH
Mereka juga menuntut agar pemerintah daerah menindaklanjuti naskah akademik Rancangan Perda tentang transportasi online yang telah disusun sejak 2023. Para driver berharap ada pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah dalam hal pengelolaan moda transportasi online, termasuk pemanfaatan potongan 5 persen melalui KP 1001 untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami ingin memberi kontribusi ke daerah. Sudah saatnya pemerintah daerah tidak lagi menolak aspirasi kami. Kami bukan hanya menuntut, tapi juga ingin berkontribusi,” ujarnya.
Saat ditanya soal rencana aksi, Guruh menegaskan bahwa massa akan bertahan hingga Bupati Karawang menemui mereka, bahkan jika harus bermalam di lokasi. “Kalau tidak ditemui sampai jam enam sore, kami akan tetap menunggu. Bahkan siap bermalam di sini,” ujarnya.
Aksi ini dilakukan dengan damai tanpa sweeping terhadap ojol yang masih menarik penumpang. “Kami tidak ingin memaksa. Ini aksi dari hati, bukan paksaan,” ucap Guruh, menekankan pentingnya kesadaran kolektif.
Sementara itu, terkait isu merger antara GOTO dan Grab, Guruh menilai tidak akan ada dampak positif bagi driver selama algoritma tarif masih diatur sepihak oleh pusat. “Mau GOTO atau Grab, selama regulasi tarifnya tidak dikembalikan ke daerah, semua aplikator hanya memonopoli ekosistemnya sendiri,” pungkasnya.
Aksi ini juga merupakan lanjutan dari keberangkatan 600 orang driver Karawang ke Jakarta sehari sebelumnya, menggunakan sekitar 300 sepeda motor dan 100 mobil. “Hari ini, gelombang lanjutan dari rekan-rekan pengemudi roda empat juga dikabarkan tengah dalam perjalanan menuju Karawang untuk bergabung dalam aksi,” tutupnya.
Ketua DPRD Karawang, H. Endang Sodikin, menyampaikan dukungan moril dan pemahaman atas keresahan mereka. “Harapannya para ojol, keluhannya adalah hal-hal seperti itu. Intinya ada dua. Satu, mereka berharap potongan dari sistem aplikasi yang dilakukan oleh aplikator jangan membuat mereka tekor terus, tidak mendapatkan untung atas usahanya. Padahal motornya, bensinnya, SIM-nya, mereka yang miliki dan biayai sendiri. Aplikator hanya punya aplikasi,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya regulasi yang berpihak kepada para pekerja di sektor ini. “Yang kedua, mereka berharap ada aturan khusus untuk ojol ini dari kementerian. Ya harapan mereka sih diperda, tetapi kami arahkan ke kementerian, karena tentu saja itu bukan kewenangan kabupaten atau provinsi. Jadi semuanya menjadi domain atau kewenangan dari Kementerian Perhubungan,” jelasnya. (uty)