
RadarKarawang.id – Adanya efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah, ternyata mengancam kelangsungan hidup dunia perhotelan. Gelombang PHK pun intai karyawannya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Bandung Barat Eko Suprianto mengatakan, pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah langkah paling realistis untuk memangkas anggaran sebab efisiensi yang dilakukan pemerintah.
“Kalau rencana atau kebijakan ini dilaksanakan terus berdampak pada kegiatan perusahaan (hotel dan restoran) kurang, ya kami pasti merasionalisasi tenaga kerja,” kata Eko
Eko mengungkapkan, kegiatan seperti Meeting, Incentives, Convention, and Exhibition (MICE) adalah jantung dari operasional hotel bisnis, khususnya yang ada di Bandung Barat.
Dengan minimnya kegiatan MICE karena efisiensi anggaran, otomatis omzet hotel dan restoran ikut terdampak. Biasanya, kata dia, saat omzet turun drastis, pemangkasan karyawan merupakan hal utama yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Eko mengaku kebijakan yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD tahun anggaran 2025 itu belum berdampak terhadap sektor pariwisata khususnya hotel dan restoran di Bandung Barat.
Baca juga: Putusan MK SD-SMP Negeri Swasta Gratis
“Sejauh ini belum, belum ada yang cancel cancel, sekarang masih berjalan. Kita berharap pemerintah tetap bisa memberikan iklim yang sejuk untuk sektor pariwisata,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan PHRI Jawa Barat. Ketua PHRI Jabar Dodi Ahmad Sofiandi mengatakan, efisiensi ini sudah terasa sejak Januari 2025, di mana hotel-hotel di Jawa Barat khususnya di Kota Bandung okupansinya 30 persen sampai 35 persen.
“Kalau ini berkepanjangan bisa mengakibatkan kemungkinan besar usaha dari hotel dan pariwisata khususnya bisa memangkas karyawannya minimal 50 persen dari jumlah karyawan sekarang,” kata Dodi saat dihubungi wartawan.
Menurutnya, pada bulan kemarin pesanan dari kementerian-kementerian maupun perangkat daerah di tingkat provinsi sudah banyak yang membatalkan pesanan untuk berbagai kegiatan di perhotelan.
Terlebih, okupansi dari kegiatan-kegiatan tersebut menambah income besar di sektor perhotelan. Untuk memenuhi break even point (BEP) atau titik keseimbangan, okupansi hotel harusnya 50 sampai 55 persen.
Dengan kondisi 30 persen, otomatis ada defisit 20 persen sampai 25 persen.
“Nah, kalau defisit 25 persen kalau selama sebulan dua bulan masih bisa kita tanggulangi. tapi kalau sampai sampai akhir lebaran nanti April masih begini, semua hotel yang okupansinya kurang, sudah sepakat akan melaksanakan efisiensi dari semua kegiatan. Salah satunya yang paling besar (pengurangan) karyawan,” jelasnya.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, Kemnaker telah memperkirakan bahwa PHK akan menjadi tantangan strategis pada 2025.
Tonton Juga : JALANKAN MISI KOPASSUS DI BOSNIA
“Kami sudah memprediksi bahwa PHK itu akan menjadi sebuah tantangan strategis pada 2025. Jadi tidak hanya di perhotelan tapi di industri padat karya dan seterusnya,” kata Yassierli dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Rabu (28/5).
Untuk itu, diperlukan kerja sama lintas kementerian/lembaga dalam mengatasi tantangan tersebut. Dia mencontohkan, Kemnaker bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi kasus PHK di lingkungan industri media.
Adapun, kata dia, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk menghadapi gelombang PHK, di antaranya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2025 tentang Perubahan atas PP No. 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Melalui beleid itu, pemerintah menetapkan besaran manfaat uang tunai JKP yakni 60% dari upah untuk 6 bulan.
Dilaporkan bahwa industri perhotelan dan ritel tengah dihantui PHK. Hal tersebut tercermin dari tutupnya sejumlah ritel di Tanah Air hingga adanya rencana pengusaha hotel untuk memangkas karyawan, seiring menurunnya tingkat okupansi dan pendapatan.
Dalam survei yang dilakukan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta pada April 2025, Ketua Umum BPD PHRI Jakarta Sutrisno Iwantono menyampaikan bahwa 96,7% hotel melaporkan terjadinya penurunan tingkat hunian. (psn/jp/dt)