Putusan MK SD-SMP Negeri dan Swasta Gratis
Praktisi: Sekolah Swasta Gaji Gurunya Dari Mana?

radarkarawang.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Putusan MK: SD-SMP negeri dan swasta gratis. Putusan ini menimbulkan reaksi dari praktisi pendidikan di Karawang.
Salah seorang praktisi pendidikan di Karawang, Rini menyambut baik adanya putusan tersebut, hal ini akan membuka akses pendidikan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk sekolah, baik di negeri maupunn swasta. “Namun pertanyaannya, apakah negara siap membiayai sekolah negeri dan swasta?” tanyanya, Selasa (27/5).
Baca Juga : Kampanye Keselamatan Lalin Sasar Siswa SD
Menurutnya, sekolah negeri tidak terlalu dihiraukannya, tapi untuk sekolah swasta dia melihat belum mampu untuk sepenuhnya gratis. Apalagi, saat ini ada pengurangan alokasi honor guru dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Untuk operasionalnya oke sudah ada BOS, tapi untuk honor gurunya dari mana? Sekarang aja alokasi honor guru dikurangi dari BOS, sekarang hanya 40 persen,” ucapnya.
Rini meneruskan, tidak semua sekolah swasta memiliki kemampuan finansial yang sama besar, tapi ada juga sekolah-sekolah swasta yang memang masih membutuhkan iuran dari siswa. Oleh karena itu, Rini mengimbau pemerintah tidak kaku dalam menerapkan putusan MK ini.
“Saya kira perlu bertahap, tidak serta merta harus diterapkan cepat-cepat. Sekolah-sekolah swasta yang kecil mesti dipikirkan juga,” pintanya.
Tonton Juga : JALANKAN MISI KOPASSUS DI BOSNIA
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemerintah dan pemerintah daerah (Pemda) untuk menjamin pendidikan dasar warga negara dengan tidak menarik pungutan apa pun. Dengan kata lain, pendidikan dasar mulai dari SD hingga SMP harus gratis. Baik di pendidikan negeri maupun swasta.
Hal itu tertuang dalam putusan MK nomor 3/PUU-XXII/2024 yang dibacakan di Gedung MK Jakarta, Selasa (27/5). Gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, dan lain-lain. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo.
Dalam putusan itu, MK menyatakan Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, jika tidak dimaknai pemerintah wajib menggelar pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
“Baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,” tambahnya.
Dalam pertimbangannya, Hakim MK Guntur Hamzah menjelaskan, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk membiayai pendidikan dasar. Hal itu sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang mewajibkan setiap warga negara mendapat hak pendidikan dasar.
Adanya kewajiban membayar biaya pendidikan, lanjut dia, berpotensi menghambat upaya warga negara untuk melaksanakan kewajiban konstitusionalnya. Lebih lanjut, MK juga menyoroti bantuan keuangan negara hanya difokuskan pada sekolah negeri.
Padahal, secara faktual, banyak anak Indonesia yang mengikuti pendidikan dasar di sekolah swasta atau madrasah swasta.
“Negara tidak boleh lepas tangan atau mengalihkan tanggung jawab pembiayaan kepada penyelenggara pendidikan swasta,” kata dia.
Mahkamah menegaskan, tanggung jawab utama penyelenggaraan wajib belajar tetap berada di tangan negara. Meskipun masyarakat ikut andil dalam hal tersebut.
“Negara tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya, bahkan dalam konteks pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh swasta,” ungkap Guntur.
Untuk diketahui, perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini diajukan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama dengan tiga Pemohon perorangan, yaitu Fathiyah, Novianisa Rizkika, dan Riris Risma Anjiningrum. Mereka meminta agar pendidikan dasar 9 tahun (SD-SMP) digratiskan, tidak hanya pada sekolah negeri, namun juga sekolah swasta.(asy/jpg)