
KARAWANG,RAKA – Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih punya pekerjaan rumah (PR) besar untuk mengatasi pengangguran. Tahun lalu, investasi masuk Rp251 triliun serapan tenaga kerja minim.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyampaikan bahwa ekonomi Jabar secara umum berada dalam kondisi yang stabil dan terkendali, dengan inflasi tercatat pada angka 1,47 persen.
Baca Juga : Limbah Cair Dibuang ke Saluran Air Dekat RTH
“Secara keseluruhan, kondisi ekonomi Jawa Barat baik-baik saja. Tapi kita tetap harus waspada. Angka inflasi kita 1,47 persen, memang masih dalam batas toleransi, namun berpotensi menuju deflasi,” ujar Herman saat ditemui usai kegiatan High Level Meeting (Pasamoan Agung) TPID-TP2DD Tim Pengendalian Inflasi Daerah dan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah se-Jawa Barat, Selasa (11/6) di Kantor Disparbud Karawang.
Inflasi terendah tercatat di Kota Cirebon, yakni sedikit di atas 0,9 persen, sementara yang tertinggi berada di Kota Sukabumi dengan angka di atas 2 persen.
Menurut Herman, menjaga inflasi tetap dalam rentang ideal 2,5 persen plus-minus 1 persen menjadi tantangan tersendiri, karena inflasi terlalu rendah pun tidak sehat bagi produsen.
Tonton Juga : EMIL AUDERO MULYADI , KIPER TIMNAS KETURUNAN MATARAM-ITALI
“Kalau inflasi tinggi, konsumen yang tertekan. Tapi kalau deflasi, justru produsen yang kesulitan. Maka, keseimbangan ini penting kita jaga bersama,” ujarnya.
Herman juga menekankan pentingnya sinergi antara ekonomi tradisional dan transformasi digital. Ia menyebut, konsep ekonomi tradisional berbasis keluarga dan kearifan lokal dapat menjadi benteng ketahanan ekonomi, terutama dalam menjaga pengeluaran rumah tangga tetap efisien.
“Ekonomi tradisional itu sederhana: saeutik mahi, loba nyesa (sedikit cukup, banyak bersisa). Kalau keluarga mampu mengelola belanja dan meningkatkan pendapatan, misalnya dengan menanam cabai di halaman rumah atau memaksimalkan lahan sawah, maka ketahanan ekonomi keluarga akan meningkat,” jelasnya.
Dengan meningkatnya daya beli rumah tangga, lanjut Herman, maka konsumsi masyarakat akan tumbuh, dan hal ini akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi Jabar, yang saat ini berada di angka 4,9 persen. Targetnya, angka tersebut bisa menembus 5 persen tahun ini.
“Kunci pertumbuhan ekonomi itu ada di konsumsi. Kalau daya beli bagus, masyarakat belanja. Belanja berarti konsumsi naik. Konsumsi naik, pertumbuhan ekonomi pasti terdorong,” tegasnya.
Selain konsumsi rumah tangga, Herman menyebut tiga faktor lain yang menjadi pilar penggerak ekonomi Jabar: belanja pemerintah, investasi, serta ekspor-impor. Ia menyoroti pentingnya percepatan belanja pemerintah (government spending) yang berkualitas dan akuntabel, agar dana cepat berputar di masyarakat.
Sementara itu, sektor investasi di Jawa Barat mencatat angka fantastis tahun lalu, mencapai Rp251 triliun tertinggi di Indonesia. Namun Herman mengakui, masih ada pekerjaan rumah besar yakni investasi yang masuk cenderung eksklusif dan belum sepenuhnya menyerap tenaga kerja lokal.
“Investasi kita bagus, tapi padat teknologi dan modal. Harus mulai didorong jadi padat karya. Harus inklusif, agar manfaatnya bisa menetes ke masyarakat kelas menengah ke bawah,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Sekda Herman menyampaikan bahwa keunikan Jawa Barat terletak pada kemampuannya menggabungkan tradisi dengan teknologi.
“Digitalisasi kita hajar, tradisi kita jaga. Dengan budaya kita membumi, dengan teknologi kita melangit. Inilah kekuatan Jabar berpijak pada akar, namun siap terbang tinggi,” paparnya.
Sejalan dengan itu, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Barat, Muhamad Nur, menegaskan pentingnya sinergi antar pemerintah daerah dalam menjaga inflasi dan mendorong digitalisasi. Ia menyambut baik semangat kolaboratif yang ditunjukkan 27 kabupaten/kota dalam rapat yang dipimpin langsung oleh Gubernur Jabar.
“Yang menarik dari digitalisasi hari ini adalah bagaimana kita tetap menjaga nilai-nilai tradisi. Ekonomi tradisional sarat nilai luhur, dan itu harus jadi fondasi kita dalam meningkatkan kinerja ekonomi,” ujar Muhamad Nur.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa untuk menyongsong peningkatan investasi, pemerintah daerah akan mendorong penguatan sektor pendidikan, guna mencetak tenaga kerja terampil yang siap bersaing dan mendukung iklim investasi di sektor industri pengolahan.
“Pendidikan akan menjadi ujung tombak. Kita ingin tenaga kerja yang tidak hanya tersedia, tapi juga siap pakai dan sesuai dengan kebutuhan industri,” tambahnya. (uty)